Menggigil Sebagai Efek Pasca
Pemberian Anastesi Spinal dan Penanganannya
Oleh Hendri Okarisman
Dokter Muda RSUD Kab. Temanggung
Pengalaman : Anestesi
Spinal pada pasien hernia inguinalis bilateral
Masalah yang diambil :
Menggigil sebagai efek anestesi spinal dan penanganannya
A. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
1.
Identitas
Pasien
Nama Pasien : Tn. M
No. RM : 145082
Umur :
73 th
Jenis Kelamin :
Laki-Laki
Agama :
Islam
Alamat :
Kemloko, Kranggan, Temanggung
2.
Anamnesis
Pasien
Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 25 April 2013.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Rumah Sakit Temanggung dengan keluhan nyeri dan
timbulnya benjilan di kedua selangkangan sejak 3 hari yang lalu. Benjolan nyeri
saat diraba, dan nsemakin bertambah nyeri bila dipakai untuk berjalan. nyeri
juga dirasakan di perut bagian bawah. BAK (+), BAB (+), demam (-), lemas (-),
Pasien sehari-hari bekerja sebagai petani tembakau, dan juga pekerja berat
bangunan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (-). Riwayat diabetes
mellitus (-). Riwayat alergi (-). Riwayat sesak napas (-). Riwayat penyakit
jantung (-). Riwayat penyakit hati (-). Riwayat gangguan perdarahan (-).
Riwayat mondok di RS (-). Riwayat operasi (-).
Riwayat
Penyakit Keluarga
Riwayat
alergi (-). Riwayat penyakit jantung (-). Riwayat Hipertensi (+). Riwayat
diabetes mellitus (-). Riwayat asthma (-).
B.
PEMERIKSAAN
OBYEKTIF
Keadaan
Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi : Cukup
Vital
Sign :
Tekanan
darah : 170/100 mmHg
Nadi : 72 kali/menit (reguler,
isi dan tegangan cukup)
Respirasi : 20 kali/menit (reguler)
Suhu : 36,50C
Pemeriksaan Fisik :
1.
Kepala
Mata : Conjungtiva anemis (-/-).
Sklera Ikterik (-/-)
Hidung : Epistaksis (-/-)
Mulut : Gigi palsu (-), gigi goyah (-),
massa (-), malampati I
Bibir : Sianosis (-)
Mandibula : Sikatrik (-), fraktur (-), trismus (-)
2.
Leher
Leher
tidak kaku, tidak ada massa, limfonodi tidak teraba membesar, JVP tidak
meningkat.
3.
Thorak
Pemeriksaan
|
Pulmo
(Paru)
|
Cor
(Jantung)
|
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
|
Gerakan
respirasi simetris
Vocal
Fremitus ka=ki
Ketinggalan
gerak (-)
Sonor
di seluruh lapang paru
Vesikuler,
suara tambahan (-)
|
|
S1-S2
reguler, bising
(-)
|
4.
Abdomen
Inspeksi : cekung, sikatrik (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan di region
inguinalis dekstra dan sinistra
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik (+) normal
5.
Ekstremitas
Superior : akral hangat, edema (-/-)
Inferior : akral hangat, edema (-/-)
C.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Darah
Lengkap
Hemoglobin : 15,2 g/dl (12,0-16,0)
Hematokrit : 47% (37-47)
Jumlah
Leukosit : 6,2 x103/ul (4,5-11,0)
Jumlah
Eritrosit : 5,19x103/ul (4,20-5,40)
Jumlah
trombosit : 229x103/ul (150-450)
MCV :
90,8 fL (80,0-97,0
MCH : 29,3 pg (26,0-36,0)
MCHC : 32,3 g/dl (31,0-37,0)
Golongan
darah : O
D.
STATUS
PASIEN
Diagnosis :
Hernia Inguinalis Bilateralis
Nama
operasi : Hernioplasti
Status
operasi : ASA I
E.
TINDAKAN
ANESTESI
Keadaan
Pre-Operasi
Keadaan
umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan
darah :170/100 mmHg
Nadi : 72 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5˚C
Jenis
Anestesi
Teknik : Anestesi Spinal
Induksi : Bupivacaine 15 mg
Maintenance
: O2
Obat-Obat
Tambahan
Ondansetron
4 mg I.V, ketorolac 30 mg I.V
Keadaan
Post-Operasi
Keadaan
Umum : Baik
Tekanan
Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,2 ˚C
Pusing
(-), Mual (-), Muntah (-), Sesak napas (-).
Terapi
yang diberikan
Pre-operasi : infus RL 20 tpm.
: puasa 8 jam
pre-operasi.
Post-operasi : Bila TD ≤ 90 mmHg,
injeksi ephedrine 10 mg I.V
: Infus RL 20 tpm
: Ketorolac 30
mg I.V/8 jam
: Bedrest 24
jam, tidur dengan bantal
: Diet bebas
Prognosis
Anestesi
Dubia
ad Bonam
ANALISIS
Fisiologi
Menggigil
Pada pasien ini
dilakukan tindakan operasi dengan anestesi spinal. Anastesi spinal (intratekal)
merupakan salah satu teknik anatesi dengan cara menyuntikan obat anestesi lokal
secara langsung kedalam cairan serebrospinalis di dalam ruangan subarachnoid.
Berdasarkan hasil pengamatan post operasi pada pasien ini dan sebagaian besar
pasien yang baru saja dilakukan operasi, ditemukan adanya keluhan berupa menggigil
pada pasien.
Menggigil merupakan suatu kondisi yang tidak nyaman pada pasien. Dalam
beberapa kondisi yang sangat, keadaan ini harus segera diatasi karena dapat menimbulkan
berbagai resiko. Menggigil dapat berpotensi menimbulkan beberapa skuele antara
lain meningkatkan aktivitas otot yang akan meningkatkan konsumsi oksigen dan produksi
karbondioksida, hipertensi, takikardi, peningkatan cardiac output, pelepasan
katekolamin dan peningkatan tekanan intraokuler.
Menggigil merupakan mekanisme pertahanan terakhir yang timbul bila
mekanisme kompensasi yang lain tidak mampu mempertahankan suhu tubuh dalam
batas normal. Rangsangan dingin akan diterima efektor diteruskan ke hipotalamus
anterior dan memerintahkan bagian efektor untuk merespon berupa kontraksi otot
tonik dan klonik secara teratur dan bersifat involunter serta dapat menghasilkan
panas sampai dengan 600% diatas basal.
Secara fisiologis temperature
inti manusia normal berkisar antara 36,50C sd 37,50C pada
suhu lingkungan normal. Fungsi termoregulasi diatur oleh system control
fisiologis yang terdiri dari termoreseftor sentral dan perifer yang
terintegrasi pada pengendali dan system respon eferen. Input terminal eferen
datang dari reseptor panas dan dingin baik itu sentral maupun perifer.
Hipotalamus juga mengatur tonus otot pembuluh darah kutaneus dan menggigil.
Termoreseptor dan jalur saraf aferen diawali dengan berfungsinya reseptor
termal berupa panas maupun dingin di kulit dan visceral. Reseptor spesifik
dingin mengeluarkan impuls pada suhu 230C -300C Impuls
tersebut berjalan pada serabut saraf tipe A, sedangkan reseptor panas
mengeluarkan impuls pasda suhu 450C-500C dan berjalan
pada serabut saraf C.
Pengaruh Obat Anastesi
Fungsi termoregulasi mengalami perubahan selama dilakukan tindakan anastesi
dan mekanisme control terhadap temperature terhadap temperature akan hilang.
Tindakan anastesi menyebabkan gangguan fungsi termoregulator yang ditandai
dengan peningkatan ambang respon terhadap panas dan penurunan ambang respon
terhadap dingin. Sebagian besar obat-obat anatesi dapat mengganggu respon
termoregulasi. Temperatur inti pada anastesi umum akan mengalami penurunan
antara 1,00C sd 1,50C selama satu jam pertama anestesi.
Sedangkan pada anestesi spinal dan epidural dapat menurunkan ambang
vasokontriksi dan menggigil dengan ukuran kurang dari 0,60C.
Sedangkan pada pemberian obat anastesi local tidak berhubungan langsung dengan
dengan pusat control hipotalamus sehingga jarang ditemukan gangguan regulasi.
Pada
pemberian anestesi spinal, pada jam pertama setelah dilakukan anestesi spinal
akan terjadi penurunan ambang menggigil sekitar 10C sd 20C,
hal ini disebabkan terjadinya redistribusi panas suhu tubuh dari kompartemen
initi ke kompartement perifer. Menggigil pada asnestesi spinal dapat disebakan
juga oleh ketidakmampuan kompensasi otot dibawah ketinggian blockade untuk
terjadinya menggigil. Hipotermi terjadi pada jam pertama anestesi.
Pemberian obat lokal
anestesi yang dingin seperti es, akan meningkatkan kejadian menggigil
diandingkan dengan obat tanpa didinginkan. Terjadinya hipotermia tidak hanya
murni karena faktor blockade spinal itu sendiri tetapi juga karena faktor lain
seperti cairan infuse yang dingin, temperature suhu ruangan operasi. Menggigil
selama anestesi regional dapat dicegah dengan mempertahankan suhu ruangan
optimal, pemberian slimut, dll.
Terjadinya hipotermi selama segional anestesi tidak dipicu oleh sensasi
terhadap dingin. Hal ini menggambarkan suatu kenyataan bahwa persepsi dingin
secara subjektif tergantung pada input aferen suhu pada kulit dan vasolidasi
perifer yang disebabkan oleh regional anestesi. Setelah terjadi redistribusi
panas tubuh ke perifer pada induksi anestesi umum dan regional, hipotermi
selanjutnya tergantung pada keseimbangan antara pelepasan panas pada kulit dan
metabolisme panas yang akan melepas panas tubuh.
Selama anestesi spinal terdapat dua faktor yang mempercepat pelepasan
panas dan menyebabkan timbulnya perubahan temperature inti yang terlihat
setelah anestesi, yakni pertama, dengan menurunkan ambang vasokonstriksi yang
digabungkan dengan vasodilatasi pada tungkai bawah selam blok terjadi. Sehingga
kehilangan panas terus berlangsung selama anestesi spinal. Kedua, anestesi
spinal meningkatkan rata-rata sensasi dingin karena vasokonstriksi pada
ekstrimitas bawah dihambat oleh blockade.
Penanganan Menggigil
Obat yang kedua adalah efedrin. Efedrin merupakan non
katekolamin aksi tidak langsung yang merangsang reseftor alpha dan beta
adrenergic. Alpha dan beta adrenergik ini akan menghambat vasodilatasi yang
nantinya dapat menyebabkan kehilangan panas dan menyebabkan menggigil, karena
efedrin bersifat vasopresor. Peneliti-peneliti terdahulu telah membuktikan
bahwa efedrin 30 mg per oral yang diberikan 30 sd 45 menit sebelum anestesi
spinal dapat mencegah kejadian mengigil.
KESIMPULAN
Menggigil merupakan suatu kondisi yang tidak nyaman pada pasien. Dalam
beberapa kondisi yang sangat, keadaan ini harus segera diatasi karena dapat
menimbulkan berbagai resiko. Obat anestesi spinal dapat menimbulkan menggigil
hal tersebut disebabkan oleh efek obat anestesi yang menurunkan ambang dingin
dan mempercepat pelepasan panas dengan vasodilatasi. Menggigil pasca anestesi
spinal dapat berpotensi menimbulkan beberapa skuele antara lain meningkatkan
aktivitas otot yang akan meningkatkan konsumsi oksigen dan produksi
karbondioksida, hipertensi, takikardi, peningkatan cardiac output, pelepasan
katekolamin dan peningkatan tekanan intraokuler.
Obat yang
bisa digunakan untuk profilaksis menggil sebelum anastesi spinal adalah
pethidin dan efedrin oral. Pethidin menghambat jalur persepsi suhu di
hipotalamus, sedangkan efedrin merupakan non katekolamin aksi tidak langsung
yang merangsang reseftor alpha dan beta adrenergic. Alpha dan beta adrenergik
ini akan menghambat vasodilatasi yang nantinya dapat menyebabkan kehilangan
panas dan menyebabkan menggigil, karena efedrin bersifat vasopresor.
DAFTAR PUSTAKA
Pramadu, P. 2010. Perbandingan
Efek Efedrin Per Oral dan Efedrin Intramuskular Sebagai Profilaksis Menggigil
pada Anestesi Spinal. KTI FK Undip.
Latief. A. 2001.
Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi ke-2. Bagian Anestesiologi dan Terapi
intensif FK UI.
Guyton and Hall. 2008. Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta
Sangat membantu,
BalasHapusSangat bermanfaat...makasih
BalasHapusSangat bermanfaat
BalasHapusTerimakasih telah berbagi
Apakah anastesi juga bisa mengeroposi mucosa hidung dan tubuh? Thx.
BalasHapus