Visi Hidup Kita Haruslah Bervisi Syurga
Kamis, 30 Januari 2014
Bunga Kenangan
Memori mengungkit suasana saat itu...
Saat harumnya tanah tersiram hujan...
Bukan saat hujan, atau saat mentari mulai membumbung tinggi..
Tapi saat itu..sesaat setelah selesai hujan...
Rindangnya pohon berdaun hijau muda berderet di sepanjang jalan...
Entah mengapa aku suka suasana itu..
Melepas rindu dengan bersujud di sebuah mushola tua..
Ditengah gemerlapnya gedung di tengah kota..
Aku rindu saat duduk sendiri di pojok mushola...
Saat lapar datang, mie dan teh hangat menjadi teman...
Walau sederhana, tapi hati terasa damai...
Suatu saat aku ingin kembali kesana...
cukup dengan melangkah menyusuri kota...
Kembali ke mushola tua..
Semoga tidak ada yang berubah...
STROKE NON HEMORHAGIC
Stroke
Non Hemorhagic dengan Riwayat Acut Miocard Infark (AMI)
at Causa Hipertensi dan
Hiperkolesterol
Oleh: Hendri Okarisman
Dokter Muda RSUD Kab. Temanggung Jateng
ABSTRAK
Stroke adalah gangguan fungsional otak (deficit
neurologis otak) yang bersifat fokal dan atau global, kejadiannya mendadak/
tiba-tiba, berlangsung selama lebih dari 24 jam/ kurang dari 24 jam tetapi
menyebabkan kematian, yang disebabkan oleh gangguan aliran darah otak
(hiperkoleterol, hipertensi dll) dan bukan disebabkan karena trauma, neoplasma
atau infeksi. Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yakni
stroke pendarahan (Hemohagic) dan stroke bukan karena pendarahan (Non
Hemorhagic). Stroke non hemorrhagic bisa disebabkan adanya thrombus dan atau
emboli di pembuluh darah otak. Faktor resiko stroke dibagi menjadi dua, pertama
adalah faktor resiko yang tidak bisa dirubah terdiri dari usia, jenis kelamin,
riwayat stroke sebelumnya, penyakit jantung koroner (AMI). Kedua adalah faktor
resiko yang bisa dirubah yakni hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
hiperkolesterol.
Pasien perempuan 64 tahun datang
dengan lemah anggota gerak mendadak sebelah kanan, penurunan kesadaran dan
tidak bisa berbicara. Riwayat penyakit stroke sebelumnya (+), AMI (+),
Hipertensi dan hiperkolesterol (+). Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik
neurologis dan pemeriksaan penunjang Head CT Scan didapatkan tanda-tanda
terjadinya stroke infark (stroke non hemorhagik).
Key Words : Stroke infark, Stroke non hemorrhagic, Acut
miocard infark, hipertensi, hiperkolesterol
ISI
Seorang pasien perempuan Ny.Sa 64 tahun dibawa ke
UGD RSUD Temanggung dengan keluhan utama lemah anggota gerak sebelah kanan,
penurunan kesadaran serta tidak bisa berbicara. 2 jam sebelum masuk rumah sakit
pasien tiba-tiba jatuh, lemah anggota gerak sebelah kanan mendadak sesaat
setelah pasien beraktivitas. Pasien pernah mondok di RSUD 6 bulan yang lalu
karena stroke infark dengan kelemahan anggota gerak kanan. Pasien mondok selama
dua minggu kemudian berobat rutin ke dokter spesialis syarap. Pasien memilki
riwayat Akut Miocard Infark dengan hipertensi dan hiperkolesterol. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umu cukup,
GCS E3VxM4 dimana verbal tidak bisa
dinilai, pemeriksaan tanda vital, tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 76 x/menit,
napas 24 x/menit, pemeiksaan inspeksi, palpasi pada kepala, thorak dan abdomen
dalam batas normal.
Pemeriksaan neurologis pada nervus kranialis ke VII
(n. Fasialis) lipatan/ sudut nasolabialis memenceng ke kanan (lateralisasi
dekstra), pasien mencucu (-), pada nervus IX (n. Glosofharing) terlihat arcus
fharing memenceng kearah kanan (lateralisasi dekstra), nervus XII (n.
Hipoglosus) lidah memenceng kea rah kanan. Pemeriksaan Ekstermitas, untuk Gerak
(G) ditemukan gerak terbatas (T) pada ekstremitas kanan sebelah atas dan bawah,
sedangakan pada ekstremitas kiri sebelah atas dan bawah bebas vergerak (B). Kekuatan
(K) pada ekstremitas kanan sebelah atas dan bawah bernila 0 sedangakan
ekstremitas kiri sebelah atas dan bawah bernilai 5. Refleks fisiologis (RF)
pada ekteremitas kiri kanan bagian atas dan bawah (+) dan meninggi pada reflex
fisiologis bisep pada ektremitas kanan bagian atas. Refleks pathologis (RF) ditemukan
(+) refleks babinski pada telapak kaki kanan. Tidak ditemukan clonus (Cl) pada kedua
tungkai (-), trofi (TR) tidak ditemukan/ eutrofi (E). Tonus di kedua
eksteremitas normal (N). Pemeriksaan penunjang head CT Scan pada tanggal 10
Oktober 2012 didapatkan hasil, kesan infark akut di lobus temporalis sinistra,
putamen sinistra, globus palidus sinistra. Pemeriksaan laboratorium darah
ditemukan, kenaikan pada kreatinin (1,1), asam urat (6,1), kolesterol (226),
dan Trigliserid (252). Pemeriksaan rekam jantung (EKG) ditemukan gambaran
klinis Acut Miocard Infark (AMI).
DIAGNOSIS
Diagnosis
klinik : Hemipharesis dekstra,
Afasia
Diagnosis
topik : Hemispherium sinistra
Diagnosis
etiologic : Stroke Infark at causa
hipertensi dan hiperkolesterol
TERAPI
Pada
pasien ini diberikan terapi berupa, Infus asering 20 tetes per menit, Aspilet
tablet 1x160 mg, Piracetam IV 3x1gr, Ranitidin 2x500mg IV, Mecobalamin 3x1
ampul IV, Kalnex 3x500mg IV, Simvastatin Tablet 3x1 5mg, Captopril tablet
12,5mg 3x1.
DISKUSI
Dalam kasus ini pasien mengalami gejala klinis khas
stroke, yakni berupa defisite nerologis fokal dan atau global dalam hal ini
terjadinya kelemahan anggota gerak sebelah kanan pasien, bersifat mendadak
dimana pasien awalnya beraktivitas seperti biasa tiba-tiba jatuh. Stroke
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis utama di
Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus
ditangani secara cepat, tepat dan cermat (Mansjoer, 2000). Dari hasil anamnesis
dan pengecekan rekamedis, serangan stroke yang terjadi merupakan serangan yang
kedua dimana 6 bulan sebelumnya pasien pasien pernah dirawat di RSUD selama dua
minggu. Dalam kasus ini, pasien memiliki beberapa faktor resiko yang berperan
besar menimbulkan serangan stroke. Faktor resiko yang pertama adalah hypertensi
dan hyperkolesterol. Sebelum menderita stroke pasien terlebih dahulu menderita
AMI (Acut miocard infark). AMI atau yang sering disebut dengan hearth attack
merupakan penyakit jantung yang disebabkan terjadinya nekrosis otot jantung
karena kekurang supply darah dari artery coronaria sebagai satu-satunya arteri
yang mensuplay darah ke jantung. Hal tersebut terjadi dikrenakan adanya
sumbatan (thrombus) berupa plak yang berada di permukaan artery coronaria.
Penyebab utama terbentuknya plak di pembuluh darah biasanya adalah kolesterol.
Pada pasien ini hyperkolesterol yang di dukung oleh hypertensi menjadi penyebab
awal dari timbulnya gejala AMI yang pada pemeriksaan EKG akan terlihat gambaran
elevasi segment lateral ST (Zafari, 2012).
Penggolongan penyebab stroke non hemorrhagic
khususnya pembentukan thrombus berdasasarkan letaknya
didasarkan pada multicenter Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST) stroke iskemik dapat disebabkan
oleh lepasnya trobus dari: (1). Infark di artery besar misalnya terbentuknya
aterosklerosis di arteri carotis, arteri vertebralis dan arteri cerebral. (2).
Cardio embolik infarction, terlepasnya plak dari thrombus di pembuluh darah
jantung (Florez, 2011). Hal ini paling sering terjadi pada banyak kasus stroke.
Pada pasien ini dimungkinkan mekanisme awal dari terjadinya stroke disebabkan
terbentuknya thrombus di artery coronaria, hal ini dibuktikan dengan
hiperkoleterol pada pasien. Riwayat hypertensi yang tidak terkontrol,
meningkatnya tekanan darah jantung menyebabkan terlepasnya
plake yang berakhir di artery cerebral otak terkecil. Tersumbatnya arteri di
otak menyebabkan berkurangnya supply oksigen darah ke otak, sehingga terjadi
iskemik otak. Hal tersebut menyebabkan deficit neulogis di otak. Misalnya iskemik
terjadi di cerebral sinistra maka dampak klinis yang terjadi bersifat kontra
lateral berupa hemipharesis dekstra. Gejala neurologis yang timbul bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Gangguan neurologis
dapat berupa: kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemipharesis) yang
timbul mendadak, gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
(gangguan hemisensorik), perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium,
letargi, stupor atau koma), Afasia (bicara tidak lancer, kurang ucapan atau
sulit memahami ucapan),
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil alloanamnesis, pemeriksaan fisik neurologis dan pemeriksaan penunjang,
pasien dalam kasus ini didiagnosis klinik terjadi kelemahan anggota gerak
sebelah kanan (hemipharesis dekstra) dan afasia, dengan diagnosis topic adanya
kelainan di otak bagian kiri (hemisphere sinistra) yang disebabkan (diagnosis
etiologic) stroke infark at causa hipertensi dan hyperkolesterol
REFERENSI
Mansjoer,
Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius FK UI
Zafari, Maziar
A, MD. 2012. Myocardial Infarction. Medscape reference. Di akses dari http://emedicine.medscape.com/article/155919-overview
Florez Cruz, MD.
2011. Iskemic Stroke In Emergency Medichine.
Medscape reference. Di akses dari http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview
PENULIS
Hendri Okarisman
20080310011
Koas Stase Saraf
RSUD Temanggung Jawa Tengah
DERMATITIS ATOPIK
DERMATITIS ATOPIK
HENDRI OKARISMAN
STASE ILMU KULIT DAN KELAMIN
DOKTER MUDA RSUD TEMANGGUNG JATENG
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam beberapa dekade ini kejadian Dermatitis Atopik
(D.A) semakin meningkat dan hal tersebut merupakan sebuah masalah besar yang
tidak hanya menyangkut kehidupan penderita saja tetapi juga melibatkan
keluarganya, karena walaupun penyebab D.A
bersifat multifaktorial, faktor genetik menjadi penyebab tersering dari D.A. Gejala
klinis utama yang muncul pada D.A. adalah pruritus (gatal-gatal) yang dapat
hilang timbul sepanjang hari dan sangat mengganggu aktivitas penderita. Kehilangan kadar air lewat epidermis yang
meningkat disertai ujud kelainan kulit berupa papul, likenifikasi (akibat
digaruk), erosi, ekskoriasi, bahkan krusta menyebabkan penderita merasa cemas
dan tertekan (Chairiah, 2011)
Dermatitis Atopik adalah peradangan
pada kulit yang bersifat kronis dan sering berhubungan dengan peningkatan kadar
IgE dalam serum serta riwayat atopi pada keluarga dan penderita (rhinitis
alergi dan atau asma bronchial). Berbagai faktor dapat menjadi penyebab dari
D.A. anatara lain: genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologi dan imunologi.
Konsep dasar dari terjadinya D.A. adalah melalui reaksi imunologik yang
diperantai oleh sel-sel imunitas dari sum-sum tulang (Djuanda, 2010).
Predileksi D.A. pada bayi terdapat
di kedua pipi, kepala, badan, lipat siku, lipat lutut. Pada anak-anak terdapat
pada tengkuk, lipat siku dan lipat lutut, sedangakan pada dewasa terdapat pada
tengkuk, lipat lutut, lipat siku, punggung kaki (Siregar, 2003).
Perinsip pengobatan kuratif pada
pasien D.A. adalah menghindari faktor yang memperberat dan memicu siklus
“gatal-garuk” dengan memberikan antihistamin sistemik. Pemberian obat topical
berupa krim hidrofilik urea 10% sebagai pelembab hidrasi kulit dan
kortikosteroid topical dapat memperbaiki kondisi D.A. (Djuanda, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Moro, et al (2006) menyebutkan bahwa
penggunaan prebiotik oligosakarida dapat mngurangi insidensi D.A. pada bayi
usia enam bulan, diduga laktobasilus memiliki peran yang potensial dalam
peningkatan sistem imun postnatal dengan
cara mengubah flora usus yang berperan dalam mencegah alergi primer selama
priode bayi.
Upaya prefentive D.A. dilakukan
dengan cara menghindari faktor-faktor pencetus D.A., menjaga kelembaban kulit
(menggunakan sabun pelembab dll), mandai dengan air yang suhunya sama dengan
tubuh (tidak menggunakan air panas, karena menyebabkan kulit kering),
menghindari kontak dengan debu rumah, dan bulu binatang (Djuanda, 2010).
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui lebih banyak
tentang penyakit D.A. dari defInisi, etiologi, pathogenesis, cara penularan
hingga penatalaksanaan.
BAB II
LAPORAN KASUS
A.
Identitas Pasien
·
Nama Pasien : Ny. S
·
Umur : 43 Th
·
Jenis Kelamin : Perempuan
·
Pekerjaan : Karyawan Swasta (Petugas Lab)
·
Agama : Islam
·
Alamat : Temanggung
B.
Anamnesis Pasien
Autoanamnesis
dengan pasien dilakukan pada tanggal 8 Maret 2013.
1.
Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan gata-gatal dan timbul
bercak kemerahan di kedua pipi. Pasien juga mengeluhakan gatal-gatal di kedua
punggung tangan.
2.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSU Temanggung dengan keluhan gatal-gatal dan timbul bercak merah di
kedua pipi pasien. Pasien juga mengeluhakan gatal-gatal disertai
bruntus-bruntus di kedua punggung tangan pasien. Keluhan ini sudah dirasakan
sejak lama ± 10 tahun dan berlangsung kambuh-kambuhan. Pasien mengaku keluhan
yang dialami sekarang adalah yang paling parah. Keluhan diawali jika pasien terlalu
lama menghirup udara berdebu, diawali dengan bruntus kemerahan di kedua pipi
yang kemudian meluas dan terasa sangat gatal. Gatal dan bercak merah yang
timbul diwajah membuat pasien cemas dan tertekan karena berhubungan dengan
kosmetik yang dapat dilihat orang banyak.
3.
Riwayat Penyakit Dahulu
·
Pasien sudah
lama, ± 10 tahun kambuh-kambuhan dengan keluahan yang sama.
·
Pasien memiliki
riwayat alergi obat antibiotik Amoxcicillin dan Ampicillin
·
Riwayat ashma
(-), rhinitis (-).
4.
Riwayat Penyakit Keluarga
·
Ayah pasien
memiliki riwayat keluhan serupa dengan pasien
5.
Reviem Sistem
·
Cerebrospinal : Compos Mentis
·
Kardiovaskuler : Nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
·
Respiratorius : Batuk (-), sesak nafas (-)
·
Gastrointestinal : Makan minum lancer, BAB lancer
·
Urogenital : BAK lancer
·
Muskuloskeletal : Gerakan baik dan bebas, kekuatan normal
C. Pemeriksaan
Fisik
1.
Kondisi Umum
·
Keadaan Umum : Baik
·
Kesadaran : Compos Mentis
·
Gizi : Cukup
2.
Vital Sign
·
Nadi : 96 x/ menit
·
Respirasi : 20 x/ menit
·
Suhu : Afebris
3.
Kepala
·
Mata : Konjunctivitis (-/-),
Sklera ikterik (-/-)
·
Dahi : Dapat mengerutkan dahi,
simetris kanan dan kiri
·
Bibir : Sianosis (-), kering (-),
mencong (-)
·
Mulut : Gigi goyah (-), gigi
berlubang (-), mukosa mulut dalam batas normal, lidah mobile, lidah masih dapat
mengecap dengan baik
·
Ekstremitas : Simetris, deformitas (-), akral
hangat (-), edema (-)
4.
Status Dermatologis
·
Distribusi : Regional, bilateral
·
Ad Regio : Pipi kiri dan kanan, punggung tangan
kanan-kiri
·
Efloresensi : Makula, papul, eritematosa,
hiperpigmentosa multiple sd plakat, berbatas tegas, skuama halus (+).
D.
Diagnosis Banding
1.
Dermatitis
Atopik
2.
Dermatitis
kontak
3.
Dermatitis
numularis
4.
Psoriasis
E.
Diagnosis Kerja
1.
Dermatitis
Atopik
F.
Terapi (Penatalaksanaan)
1.
Umum
·
Menjelaskan
kepada pasien mengenai penyakit D.A. dan cara penularannya
· Menjelaskan
bahwa penyebab D.A. bersifat multifaktorial, dan faktor genetik memeilki
persentase terbanyak penyebab D.A.
·
Meminta pasien
untuk menghindari faktor-faktor pencetus.
·
Meminta pasien menggunakan
pelembab kulit, misalnya sabun pelembab, krim pelembab dll, karena dermatitis
atopic menyebabkan kulit menjadi kering. Hindari penggunaan air panas untuk
mandi karena dapat membuat kulit kering.
·
Menghindari
keringat berlebihan.
·
Menjelaskan cara
penggunaan krim/ salep (perbedaan salep di wajah dan tangan)
2.
Khusus
·
Topikal
·
Hidrocortison
2,5% salep dioleskan ke wajah (pipi tempat keluhan) sehari dua kali oles.
·
Inerson 15 gr,
di oleskan ke punggung tangan yang gatal sehari dua kali oles
·
Sistemik
·
Loratadin 10 mg
(Antihistamin) tablet diminum sehari satu kali.
G.
Pognosis
1.
Quo Ad vitam : ad bonam
2.
Quo Ad
Sanationam : ad bonam
3.
Quo Ad
Functionam : Dubia ad bonam
4.
Quo Ad
Cosmeticam : Dubia ad bonam
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal
yang umumnya sering terjadi selama masih bayi dan anak-anak, sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopik pada keluarga atau
penderita (Djuanda, 2010). Riwayat atopik dalam keluarga atau pada penderita
dapat berupa adanya riwayat ashma bronkial, rhinitis alergi, dan reaksi alergi
terhadap serbuk-serbuk tanaman (Siregar, 2003).
A.
Epidemiologi
Prevalensi
dermatitis atopic semakin meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat 15-30%
anak-anak dan 2-10% orang dewasa di negara maju menderita D.A. Penyakit ini
menjadi salah satu masalah kesehatan yang cukup besar karena tidak hanya menyangkut
penderita saja termasuk keluarga, hal ini berkaitan dengan salah satu penyebab
D.A. berupa faktor genetic (Pialang, 2012).
B.
Etiologi dan Patogenesis
Dermatitis
atopic dapat disebabkan oleh faktor endogen yang lebih berperan sebagai faktor
predisposisi dan faktor eksogen berperan sebagai faktor pencetus. Faktor
endogen meliputi: faktor genetic, hypersensitivitas tipe 1 (IgE mediated) dan
disfungsi sawar kulit. Sedangkan faktor eksogen meliputi: trauma
fisika-kimia-panas, bahan iritan, alergi debu, tungau debu rumah (Piliang,
2012).
1.
Faktor Endogen
·
Faktor Genetik
Faktor genetic melibatkan kromosom 5q31-33, kromosom
ini banyak mengdung kumpulan family gen sitokin (IL-3, IL-4, IL-13, dan
GM-CSF), sedangkan jika IL-4 dan IL-13 meningkat dapat meningkatkan aktivasi
limfosit T yang akhirnya limfosit T merangsang sel B untuk menstimulasi peningkatan IgE yang akan
cepat bereaksi ketika ada allergen masuk. Peningkatan ekspresi GM-SCF akan
mempertahankan hidup dan fungsi monosit, sel langerhans dan eosinofil.
·
Disfungsi sawar
kulit
Penderita D.A. rata-rata memilki kulit kering, hal
tersebut disebabkan hilangnya ceramid
di kulit sebagai molekul utama sebagai pengikat air di ruang ekstraseluler stratum korneum, dianggap sebagai kelainan
fungsi sawar kulit. Kelainan fungsi sawar kulit menyebabkan peningkatan transepidermal water loss 2-5 kali
normal, sehingga kulit akan kering dan menjadi pintu masuk (port d’entry) untuk terjadinya penetrasi allergen, iritasi,
bakteri dan virus (Djuanda, 2010).
·
Hipersensitivitas
Gangguan imunologi yang menonjol pada dermatitis
atopik adalah adanya peningkatan IgE karena aktivitas limfosit T yang meningkat.
Aktivitas limfosit T meningkat terjadi karena adanya pengaruh dari IL-4.
Sementara produksi IL-4 dipengaruhi oleh akttivitas sel T helper dan Sel T
helper akan merangsang sel B untuk memproduksi IgE. Sel langerhans pada
penderita D.A. bersifat abnormal, yakni dapat secara langsung menstimulasi sel
T helper tanpa adanya antigen, sehingga sel langerhans akan meningkatkan
produksi IgE. Secara normal antigen yang masuk ke dalam kulit akan berikatan
dengan IgE yang menempel pada permukaan sel langerhens menggunakan FcɛRI. FcɛRI
merupakan receptor pengikat IgE dengan sel langerhans. Pada orang yang
menderita D.A. jumlah FcɛRI lebih banyak daripada orang normal. Sehingga terdapat korelasi antara kadar FcɛRI dengan
kadar IgE dalam serum, semakin tinggi FcɛRI maka kadar IgE semakin tinggi pula
(Djuanda,2010).
Pada kulit penderita D.A. akan lebih banyak
ditemukan sel-sel yang mengekspresikan mRNA IL-4 dan IL-13 daripada kulit orang
normal. Begitupun jika terdapat lesi akut dan kronis pada penderita D.A. akan
ditemukan jumlah yang lebih besar sel-sel yang mengekspresikan mRNA IL-4, IL-5
dan IL-13. Peningkatan IL-4, IL-13 memiliki efek meningkatkan produksi IgE,
sedangkan prningkatan IL-5 akan menstimulasi pengerahan dan aktivasi dari sel
eosinofil sehingga sangat mudah terjadi reaksi alergi (Baratawijawa, 2009).
2.
Faktor Eksogen
·
Lingkungan
Faktor lingkungan bersih berpengaruh terhadap
kekambuhan D.A. misalnya asap rokok, polusi udara, walaupun secara pasti belum
terbukti. Suhu yang panas, kelembaban dan keringat yang banyak dapat memicu
rasa gatal dan kekambuhan.
·
Iritan
Kulit penderita D.A. lebih rentan terhadap bahwan
iritan seperti sabun alkalis, bahwan kimia yang terkandung pada berbagai obat
gosok bayi dan anak, sinar matahari dan pakaian wol.
·
Alergen
Dari percobaan yang membandingkan reaksi placebo
dengan tungau debu rumah (TDR), didapatkan hasil bahwa TDR yang dihirup
penderita D.A memberikan reaksi ekserbasi lesi di tempat lesi lama dan baru.
Infeksi bakteri Staphylococcus aureus ditemukan pada lebih dari 90% lesi D.A.
dan hanya 5% populasi normal. S.Aureus mensekresi superantigen yang dapat
berpenetrasi di daerah inflamasi langerhans untuk memproduksi IL-1, TNF, dan
IL-12 yang meningkatkan induksi inflamasi pada penderita D.A.
·
Makanan
Pada anak kecil, makanan sering menjadi faktor
pencetus D.A. seperti telur, susu, gandum, kedele dan kacang tanah. Hasil
pemeriksaan laboratorium dari bayi dan anak-anak dengan D.A. menunjukan reaksi
positif terhadap (skin tes) beberapa jenis makanan. Reaksi + diikuti dengan
adanya kenaikan eosinofil dalam plasma.
C.
Manifestasi Klinis dan Predileksi
Gejala utama
penderita D.A. adalah pruritus yang dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi
umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibat dari garukan pasien timbul ujud
kelainan kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, eksoriasi, eksudari
dan krusta.
1.
Dermatitis
Atopik pada Anak (2 bulan sd 2 tahun)
Lesi bisa muncul
di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulovesikel yang halus, bila digosok dan
pecah terjadi eksudatif dan terbentuk krusta. Lesi bisa meluas ke tempat
lainyaitu ke leher, pergelangan tangan lengan dan tungkai.
2.
Dermatitis
Atopik pada Anak (Usia 2 sd 10 tahun)
Dapat meruapakan
kelanjutan dari infantile atau muncul sendiri. Lesi lebih kering, banyak papul,
likenifikasi dan sedikit skuama. Predileksi di lipat silku, lipat lutut,
pergelangan tangan bagian fleksor, kelopak mata dan leher.
3.
Dermatitis
Atopik pada remaja dan dewasa
Lesi kulit dapat berupa plak eritematosa, berskuama,
plak likenifikasi, yang gatal. Pada D.A. remaja predileksi di lipat siku, lipat
lutut, dahi dan sekitar mata. Pada D.A. dewasa, predileksi terdapat di
pergelangan tangan, tungkai bawah, lengan dan leher.
D.
Kriteria Diagnostik
Berdasarkan
metode Hanifin dan Rajaka yang dimodifikasi oleh William (1994), kriteria
diagnostik D.A. sekurang-kurangnya harus memiliki 3 kriteria mayor dan 3
kriteria minor:
1.
Kriteria Mayor
a.
Pruritus
b.
Dermatitis di
muka atau ekstensor pada bayi dan anak
c.
Dermatitis
fleksura pada dewasa
d.
Dermatitis
kronis atau residif (Menahun dan kambuhan)
e.
Riwayat atopic
pada penderita atau keluarga
2.
Kriteria Minor
a.
Xerosis (kulit
kering)
b.
Infeksi kulit
(S. aureus dan virus herpes simplek)
c.
Dermatitis non
sfesifik pada tangan dan kaki
d.
Iktiosis
e.
Ptiriasis alba
f.
Keratosis
pilaris (bintil keras di siku/ lutut)
g.
Hiperliniar
palmar (garis telapak tangan lebih jelas)
h.
Dermatitis di
papilla mamae
i.
White
dermografisme dan delayed blanch respon
j.
Gatal bila
berkeringat
k.
Perjalanan
penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
l.
Tes kulit alergi
tipe dadakan positif
m.
Kadar IgE di
dalam serum meingkat
n.
Hipersensitif
terhadap makanan
o.
Intoleran
terhadap wol dan pelarut lemak
p.
Konjuntivitis
berulang
q.
Muka pucat atau
eritem
r.
Orbita menjadi
gelap
s.
Aksentuasi
perifolikular
t.
Kelitis
u.
Keratokonus
Untuk D.A pada bayi kriteria dimodifikasi yaitu:
1. Kriteria Mayor
a.
Riwayat atopi
pada keluarga
b.
Dermatitits di
muka atau ekstensor
c.
Pruritus
2. Kriteria minor
a.
Xerosis/
Iktiosis/ Hiperliniaris Palmaris
b.
Fisura belakang
telinga
c.
Skuama di scalp,
kronis
E.
Diagnosis Banding
1.
Dermatitis
Numularis
2.
Dermatitis
Kontak
3.
Dermatitis
Seboroik
4.
Psoriasis
5.
Scabies
F.
Pemeriksaan Laboratorium
1.
Uji temple pada
Kulit
Dilakukan dengan
cara aplikasi epikutan aeroallergen yakni menggunakan tungau debu rumah pada penderita atopik,
terdapat 30-50% penderita mengalami eksaserbasi di lesi lama.
2.
Tes Kulit
dadakan
Pada penderita
atopik akan menunjukan hasil positif yang diikuti oleh kenaikan mencolok
histamin dalam plasma serta aktivasi eosinofil
3.
Immunoglobulin
Dilakukan
pemeriksaan kadar IgE pada penderita D.A. dengan hasil terjadinya peningkatan
IgE pada 80 sd 90% penderita. Tinggi rendahnya IgE tidak berkaitan atau tidak
mengalami fluktuasi baik pada saat eksaserbasi, remisi maupun pengobatan.
4.
Pemeriksaan
Leukosit darah
Pemeriksaan
jumlah limfosit pada penderita D.A. dalam batas normal. Kadar eosinofil pada
penderita D.A. sering meningkat seiring meningkatnya IgE, sedangkan leukosit
PMN berdasarkan uji nitro blue tetrazolium (NBT) berada dalam batas normal.
G.
Penatalaksanaan
1.
Non Farmakologis
Prinsip dari
terapi non farmakologis adalah mengingatkan pasien untuk menghindari faktor
pencetusseperti makanan yang membuat alergi, bahan-bahan iritan, suhu, stress
emosi dll.
2.
Farmakologis
·
Topikal
a.
Hidrasi Kulit
Tipe kulit pada
penderita D.A. yang kering dan rentan menjadi pintu masuk allergen dapat
dicegah dengan memberikan pelembab. Bisa menggunakan krim hidrofilik urea 10%
yang ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya. Setelah mandi, kulit di lap
kemudian gunakan emolien sebagai pelembab.
b.
Kortikosteroid
Digunakan
sebagai antiinflamasi lesi kulit. Pada bayi gunakan steroid berpotensi rendah
seperti hidrocortison 1%-2,5%. Pada anak dan dewasa gunakan steroid potensi
menengah seperti triamsinolon kecuali muka dan genitalia tetap pakai potensi
rendah. Bila penyakit telah terkontrol gunakan secara intermiten 2x seminggu
dengan steroid potensi paling rendah. Pada lesi akut yang basah, dikompres dulu
dengan larutan burowi atau permanganas kalikus 1:5000.
c.
Imunomodulator
topical
i.
Takrolimus
Bekerja sebagai
penghambat aktivasi sel dalam D.A seperti sel langerhans, sel T dan sela Mas. Sediaan bentuk salep 0.03% untuk anak
usia 2-15 tahun dan untuk dewasa 0.03% atau
0.1%. Pada pengobatan jangka panjang tidak ada efek samping kecuali rasa
terbakar setempat.
ii.
Pimekrolimus
Cara kerja
hampir sama dengan takrolimus. Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi 1% ,
aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitive 2x sehari.
d.
Preparat Ter
Memiliki efek
sebagai anti pruritus dan anti inflamasi pada kulit. Diapakai pada lesi kronis
dengan sediaan salep hidrolik misalnya yang mengandung likuor karbonis detergen
5%.
e.
Antihistamin
Tidak dianjurkan
karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisai pada kulit. Pemakaian krim
doksepin 5% dalam jangka pendek dapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi.
·
Pengobatan
sistemik
a.
Kortikosteroid
Digunakan dalam
jangka pendek, dosis rendah, atau di tapering kemudian diganti dengan steroid
topical. Obat ini hanya digunakan untuk pengendalian eksaserbasi akut.
b.
Antihistamin
Digunakan untuk
mengurangi rasa gatal hebat terutama malam hari. Gunakan antihistamin dengan
efek sedative seperti difenhidramin, hidroksisin agar pasien bisa istirahat dan
tidak menggaruk. Pada kasus sulit gunakan doksepin hidroklorid 10-75 mg/ oral/
2x sehari untuk 10 hari.
c.
Anti infeksi
Untuk bakteri
S.aureus dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau kaltromisin. Untuk
infeksi virus dapat gunakan asiclovir 3x400 mg/hariselama 10 hari.
d.
Interferon
IFN-ɤ bekerja
menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel TH2. IFN-ɤ
rekombinan dapat menurunkan jumlah eosinofil total.
e.
Siklosporin
Digunakan jika
D.A. sulit diobati dengan cara konvensional. Siklosporin merupakan
imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan terikat pada cyclophilin
menjadi suatu kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga transkripsi
sitokin ditekan.
B.
Prognosis
Prognosis
penderita D.A. dilihat berdasarkan kondisi klinis dan penyebab dari timbulnya
D.A itu sendiri.
Quo Ad vitam : ad bonam
Quo Ad
Sanationam : ad bonam
Quo Ad
Functionam : Dubia ad
bonam
Quo Ad
Cosmeticam : Dubia ad
bonam
BAB IV
KESIMPULAN
1.
Dermatitis
atopik pada kasus ini di tegakan dari hasil anamnesis dan gejala klinis berupa
terpenuhinya minimal 3 gejala mayor berupa pruritus, dermatitis yang menahun,
dan terdapat riawayat alergi pada penderita dan keluarga korban dalam hal ini
ayah kerban. Sementara 3 gejala minor 3
yang dialami pasien pada kasus ini meliputi kulit kering, gatal bila
berkeringat dan hipersensitiv terhadap beberapa makanan.
2.
Ujud kelainan
kulit pada pasien berupa makula, papul, eritematosa, hiperpigmentosa multiple
sd plakat, berbatas tegas, skuama halus (+) di region wajah (pipi kanan dan
kiri) pergelangan tangan. Berdasarkan ujud kelainan kulit, predileksi pada
kasus ini dapat di diagnosis dengan dermatitis atopik
3.
Terapi pada
Dermatitis atopic dapat berupa terapi nornfarmakologis dengan cara menghidari
faktor pencetus dan juga terapi farmakologis berupa terapi topical dan
sistemik.
DAFTAR PUSTAKA
Baratawijaya, K.G. 2010. Imunologi Dasar. Jakarta:
FK UI
Djuanda, A. 2010. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Edisi
kelima. Jakarta: FK UI
Fitzpatrick’s. Sixth Edition. Color Atlas and
Synopsis Of Clinical Dermatology. New York: Mc Graw Hill.
Moro, et al.
2006. Probiotic Oligosaccarides Reduces The Incidences Of Atopic Dermatitis During
The First Sixt Mounth Of Ages. Arch Dis Child 2006;91:814-8
Piliang, M.
2012. Dermatitis Atopic. Disease Management Project. Diunduh pada tanggal 9
Maret 2013 dari http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/dermatology/atopic-dermatitis/
Siregar, R.S, 2003. Atlas Berwarna Saripati Penyakit
Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC
Langganan:
Postingan (Atom)