Pernahkah kita melihat sebuah gelas
cantik yang dipasang di etalase toko? Hmm… saya yakin hal utama yang menjadi
isi pikiran kita saat melihatnya hanyalah masalah keindahannya dan berapa harga jualnya. Jika ada dua gelas
dibandingkan, gelas yang cantik dan gelas yang gagal produksi, maka kita akan
cenderung memilih untuk memuji gelas si cantik daripada si jelek padahal
dua-duanya adalah produk dari pabrik yang sama dengan perlakuan yang sama pula
saat pembuatannya. Ya, titik pencapaian akhir selalu membuat kita buta akan
makna sebuah proses pembelajaran.
Jika kita memiliki dua anak kembar yang
mungil dan menggemaskan, kemudian keduanya diberi tugas untuk menggambar, yang
pada akhirnya gambar anak pertama kita menjadi gambar terbaik di sekolahnya,
maka apakah kita hanya akan memuji hasil anak pertama kita saja atas raihannya?
Untuk menjawab hal tersebut maka kita selaku orangtua harus menghapus mindset
yang memandang sebuah kesuksesan dan kesyukuran hanya dilihat dari hasil akhir
saja. Cluenya adalah menghargai dan mensyukuri setiap proses ikhtiar yang sudah
dilakukan anak kita. Nah Kita mulai dengan
contoh menggambar tadi, dari awal semangat kedua anak kita untuk menggambar
adalah sebuah start yang baik bagi mereka, kemudian mereka mulai berimajinasi
tentang apa yang mereka gambar tentunya patut kita dukung dan puji, keberanian
mereka menuangkan warna sampai pada terciptanya karya segharusnya menjadi
sebuah apresiasi tinggi bagi mereka. Setelah itu baru kita memberikan mereka
pemahaman, bahwa kita bangga dengan pencapaian mereka berdua, kita jelaskan
bahwa dalam sebuah pertandingan memang harus ada yang kalah dan ada yang
menang, yang kalah bisa jadi pemenang jika dia tidak putus asa dan terus belajar memperbaiki karyanya dan sang
pemenang akan menjadi pemenang sejati jika dia tidak sombong dan mau mengajari
saudaranya.
Setiap bertambahnya pembelajaran dan
ikhtiar dalam proses patut diapresiasi bagi kita selaku orangtua. Jangan pernah
melihat dari hasil akhir yang mereka capai, lihatlah dari progress yang sudah
mereka lakukan, dalam setiap fase itulah orangtua diharuskan berperan sebagai
partner yang selalu mendukung, member pujian, memberi reward dan pemahaman.
Karena Thomas alfa Edison mebutuhkan ratusan percobaan gagal untuk bisa menciptakan
lampu, karena gelas cantik di etalase membutuhkan perjuangan untuk menjadi
cantik, ia ditempa, dipanaskan, dilelehkan, dipukuli sampai akhirnya menjadi
cantik.
Jangan lupa melibatkan Allah dalam
setiap proses mereka, bahkan semenjak telinganya terbentuk saat dalam
kandungan, suara yang diusahakan didengarnya pertama kali adalah suara lafadz
Allah SWT. Agar anak kita mengenal siapa tuhannya, agar dia mengenal siapa yang
dzat yang maha pemberi, penolong dan menjadi tumpuan harapannya hidup di dunia.
Saat ia gagal, kenalkan Allah tuhan yang tidak pernah melupakan proses kebaikan
setiap hambanya, saat ia menang ingatkan Allah sebagai pemberi kemenangan.
Semoga suatu saat kita bisa menjadi orangtua
terbaik untuk anak-anak kita kelak. Karena mereka adalah titipannya. Tidak
boleh ada kata penyesalan dalam hidup kita karena kita telat atau salah
mendidik mereka.