Oleh: Hendri Okarisman, S.ked
ABSTRAK
Epistaksis
atau perdarahan pada hidung dapat disebabkan kelainan lokal dan juga sistemik.
Penyebab lokal meliputi trauma hidung (mengorek hidung, terjatuh, terpukul
dll), infeksi hidung dan sinus paranasal (rhinitis, sinusitis, dll), tumor,
pengaruh lingkungan, benda asing dan idiopatik. Sedangkan penyebab sistemik
meliputi: penyakit kardiovaskular (hipertensi), kelainan darah
(trombositopenia), infeksi sistemik (DBD, morbilli, demam tifoid dll), gangguan
endokrin dan kelainan congenital. Pendarahan epistaksis anterior berasal dari
pleksus Kiesselbach atau dari arteri etmoidalis anterior. Terdapat hubungan
antara epistaksis dengan hipertensi yang berlangsung lama. Hipertensi diduga
tidak menyebabkan epistaksis secara langsung tapi memperberat episode
epistaksis. Setelah dilakukan pemeriksaan rhinoskopi anterior dan ditetapakan
adanya epistaksis anterior dan darah tidak berhenti setelah dilakukan
penekanan, bisa dilakukan pemasangan tampon anterior.
Keywords:
Epistaksis anterior, hipertensi, tampon anterior
ISI
Seorang pasien wanita 71 tahun datang ke IGD RSUD Temanggung tanggal 6
Mei 2013 jam 08.30 dengan keluhan utama hidung mimisan sejak 1 jam SMRS.
Mimisan keluar darah segar dari hidung sebelah kanan, secara tiba-tiba, ngocor
terus menerus tidak berhenti. Pasien merasa pusing dan kemeng-kemeng di tengkuk
sejak siang hari (6 jam SMRS), Pasien memiliki riwayat darah tinggi dengan
riwayat pengobatan tidak terkontrol. Adanya mual, muntah dan demam disangkal
pasien. Pasien tidak pernah mimisan sebelum-sebelumnya, serta menyangkal adanya
riwayat trauma hidung (mengorek-ngorek lubang hidung) atau masuknya benda asing
ke dalam hidung serta menyangkal adanya riwayat penyakit di hidung (sinusistis,
rhinitis, dll). Pasien juga tidak memiliki riwayat penyakit gula darah
sebelumnya.
Pada pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum cukup, kesadaran compos mentis. Pemeriksaan vital
sign tekanan darah 240/120 mmHg, nadi 84 x/menit (isi dan tegangan cukup),
respirasi 22 x/menit, suhu 36,0o C. Pemeriksaan status lokalis THT:
Deviasi hidung (-), depresi tulang hidung (-), krepitasi tulang hidung
(-), Rhinoskopi anterior vestibulum nasi
dekstra tidak bisa dinilai karena tertutupi aliran darah yang keluar.
Rhinoskopi anterior Vestibulum nasi sinistra: kelainan anatomi hidung (-), pembesaran konka (-), edema mukosa (-).
DIAGNOSIS
Diagnosis
Kerja : Epistaksis anterior et
causa hipertensi
TERAPI
Menghentikan
pendarahan:
dihentikan
dengan cara menekan hidung luar 10-15 menit. Jika tidak berhasil lakukan
pemasangan tampon anterior menggunakan kasa yang diberi pelumas vaselin atau
antibiotic. Tampon dimasukan 2-4 buah dan diusahakan menekan daerah perdarahan.
Tampon dipertahankan 2x24 jam. Jika pasien dengan hipertensi lakukan pengobatan
sesuai stadium hipertensi. Selama 2x24 jam dilakukan pemeriksaan penunjang
untuk mencari penyebab perdarahan.
1. Tampon kasa + efedrin
2. Kalnex injeksi 3x500
3. Ceftriaxon 1x1 gr
Mengendalikan
Hipertensi (240/120mmHg)
1. Captopril 3x25 mg
2. Diltiazem 3x30 mg
3. Nifedipin 1x10 mg (sublingual)
DISKUSI
Epistaksis atau
perdarahan pada hidung dapat disebabkan kelainan lokal dan juga sistemik.
Penyebab lokal meliputi trauma hidung (mengorek hidung, terjatuh, terpukul dll),
infeksi hidung dan sinus paranasal (rhinitis, sinusitis, dll), tumor, pengaruh
lingkungan, benda asing dan idiopatik. Sedangkan penyebab sistemik meliputi:
penyakit kardiovaskular (hipertensi), kelainan darah (trombositopenia), infeksi
sistemik (DBD, morbilli, demam tifoid dll), gangguan endokrin dan kelainan
congenital. Pendarahan epistaksis anterior berasal dari pleksus Kiesselbach
atau dari arteri etmoidalis anterior. Terdapat hubungan antara epistaksis
dengan hipertensi yang berlangsung lama. Hipertensi diduga tidak menyebabkan
epistaksis secara langsung tapi memperberat episode epistaksis.
Keterkaitan
antara epistaksis dan hipertensi masih menjadi suatu hal yang controversial.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa perubahan endotel pembuluh darah pada
orang hipertensi dapat menjadi faktor resiko epistkasis. Hipertensi dapat
menjadi pemberat epistaksis jika sebelumnya ditemukan lesi lokal di hidung yang
menyebabkan stagnasi aliran pembuluh darah seperti infeksi, atau penyebab lain
yang menyebabkan rapuhnya dinding endotel pembuluh darah. Penelitian yang
dilakukan herkner dari 213 orang pasien yang datang ke unit gawat darurat
dengan epistaksis mempunyai tekanan darah sistolik rata-rata 161 (157-165)mmHg,
dan diastolic 84 (82-86)mmHg.
Teori remodeling
vaskuler adalah suatu proses adaptif sebagai respon terhadap perubahan kronik
pada kondisi hemodinamik atau faktor hormonal. Substansi vasoaktif dapat
meregulasi homeostasis vaskuler melalui efek jangka pendek pada tonus vaskuler
dan efek jangka panjang pada struktur vaskuler. Pada hipertensi terjadi
perubahan struktur pembuluh darah, sebagai tanggapan terhadap peningkatan
tekanan arterial. Dengan perubahan struktur pembuluh darah tersebut maka
kerusakan vaskuler akibat hipertensi dapat terjadi. Kerusakan tersebut
meliputi: pelebaran pembuluh darah , hilangnya sel vaskuler akibat aneurisma,
pengurangan masa aliran pembuluh darah, berbahnya struktur dari vasa darah.
Perubahan-perubahan pada pembuluh darah tersebut beresiko terjadinya
epistaksis.
Terdapat dua
hipotesis yang menerangkan keterkaitan antara epistaksis dengan hipertensi: (1)
Pasien dengan hipertensi yang lama memilki kerusakan pembuluh darah yang
kronis, hal ini beresiko terjadi epistaksis terutama pada kenaikan tekanan
darah yang abnormal. (2) Pasien epistaksis dengan hipertensi cenderung
mengalami perdarahan berulang pada bagian hidung yang kaya dengan persyarafan
autonom yaitu bagian pertengahan posterior dan bagian diantara konka media dan
konka inferior.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik (rhinoskopi anterior) pasien dalam kasus ini
mengalami epistaksis anterior et casusa hipertensi. Hipertensi memiliki
hubungan sebagai penyebab sistemik penyakit kardivaskular yang menyebabkan
epistaksis. Terapi yang dilakukan berupa penanganan menghentikan pendarahan
dengan tampon anterior serta pemberian obat penurun hipertensi.
REFERENSI
Arsyad Soepardi, E,
dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.
Jakarta; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Adams, Boies,
Higler. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta; EGC
Charles R and Corrigan
E, Epistaxis and Hypertension. Postgraduet Medical Jurnal Bristol General
Hospital May 53, 260-261
Jaka Budiman, B. 2011.
Epistaksis dan Hipertensi. Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Tenggorok Bedah kepala
Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
PENULIS
Hendri Okarisman,
S.Ked. Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok RSUD Temanggung Jawa
Tengah. 2013