Visi Hidup Kita Haruslah Bervisi Syurga

Kamis, 30 Januari 2014

Bunga Kenangan


Memori mengungkit suasana saat itu...
Saat harumnya tanah tersiram hujan...
Bukan saat hujan, atau saat mentari mulai membumbung tinggi..
Tapi saat itu..sesaat setelah selesai hujan...

Rindangnya pohon berdaun hijau muda berderet di sepanjang jalan...
Entah mengapa aku suka suasana itu..
Melepas rindu dengan bersujud di sebuah mushola tua..
Ditengah gemerlapnya gedung di tengah kota..

Aku rindu saat duduk sendiri di pojok mushola...
Saat lapar datang, mie dan teh hangat menjadi teman...
Walau sederhana, tapi hati terasa damai...

Suatu saat aku ingin kembali kesana...
cukup dengan melangkah menyusuri kota...
Kembali ke mushola tua..
Semoga tidak ada yang berubah...


STROKE NON HEMORHAGIC

Stroke Non Hemorhagic dengan Riwayat Acut Miocard Infark (AMI) 
at Causa Hipertensi dan Hiperkolesterol
Oleh: Hendri Okarisman
Dokter Muda RSUD Kab. Temanggung Jateng


 ABSTRAK
Stroke adalah gangguan fungsional otak (deficit neurologis otak) yang bersifat fokal dan atau global, kejadiannya mendadak/ tiba-tiba, berlangsung selama lebih dari 24 jam/ kurang dari 24 jam tetapi menyebabkan kematian, yang disebabkan oleh gangguan aliran darah otak (hiperkoleterol, hipertensi dll) dan bukan disebabkan karena trauma, neoplasma atau infeksi. Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yakni stroke pendarahan (Hemohagic) dan stroke bukan karena pendarahan (Non Hemorhagic). Stroke non hemorrhagic bisa disebabkan adanya thrombus dan atau emboli di pembuluh darah otak. Faktor resiko stroke dibagi menjadi dua, pertama adalah faktor resiko yang tidak bisa dirubah terdiri dari usia, jenis kelamin, riwayat stroke sebelumnya, penyakit jantung koroner (AMI). Kedua adalah faktor resiko yang bisa dirubah yakni hipertensi, diabetes mellitus, merokok, hiperkolesterol.
            Pasien perempuan 64 tahun datang dengan lemah anggota gerak mendadak sebelah kanan, penurunan kesadaran dan tidak bisa berbicara. Riwayat penyakit stroke sebelumnya (+), AMI (+), Hipertensi dan hiperkolesterol (+). Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik neurologis dan pemeriksaan penunjang Head CT Scan didapatkan tanda-tanda terjadinya stroke infark (stroke non hemorhagik).
Key Words : Stroke infark, Stroke non hemorrhagic, Acut miocard infark, hipertensi, hiperkolesterol

ISI
Seorang pasien perempuan Ny.Sa 64 tahun dibawa ke UGD RSUD Temanggung dengan keluhan utama lemah anggota gerak sebelah kanan, penurunan kesadaran serta tidak bisa berbicara. 2 jam sebelum masuk rumah sakit pasien tiba-tiba jatuh, lemah anggota gerak sebelah kanan mendadak sesaat setelah pasien beraktivitas. Pasien pernah mondok di RSUD 6 bulan yang lalu karena stroke infark dengan kelemahan anggota gerak kanan. Pasien mondok selama dua minggu kemudian berobat rutin ke dokter spesialis syarap. Pasien memilki riwayat Akut Miocard Infark dengan hipertensi dan hiperkolesterol. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umu cukup,  GCS E3VxM4 dimana verbal tidak bisa dinilai, pemeriksaan tanda vital, tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 76 x/menit, napas 24 x/menit, pemeiksaan inspeksi, palpasi pada kepala, thorak dan abdomen dalam batas normal.
Pemeriksaan neurologis pada nervus kranialis ke VII (n. Fasialis) lipatan/ sudut nasolabialis memenceng ke kanan (lateralisasi dekstra), pasien mencucu (-), pada nervus IX (n. Glosofharing) terlihat arcus fharing memenceng kearah kanan (lateralisasi dekstra), nervus XII (n. Hipoglosus) lidah memenceng kea rah kanan. Pemeriksaan Ekstermitas, untuk Gerak (G) ditemukan gerak terbatas (T) pada ekstremitas kanan sebelah atas dan bawah, sedangakan pada ekstremitas kiri sebelah atas dan bawah bebas vergerak (B). Kekuatan (K) pada ekstremitas kanan sebelah atas dan bawah bernila 0 sedangakan ekstremitas kiri sebelah atas dan bawah bernilai 5. Refleks fisiologis (RF) pada ekteremitas kiri kanan bagian atas dan bawah (+) dan meninggi pada reflex fisiologis bisep pada ektremitas kanan bagian atas. Refleks pathologis (RF) ditemukan (+) refleks babinski pada telapak kaki kanan. Tidak ditemukan clonus (Cl) pada kedua tungkai (-), trofi (TR) tidak ditemukan/ eutrofi (E). Tonus di kedua eksteremitas normal (N). Pemeriksaan penunjang head CT Scan pada tanggal 10 Oktober 2012 didapatkan hasil, kesan infark akut di lobus temporalis sinistra, putamen sinistra, globus palidus sinistra. Pemeriksaan laboratorium darah ditemukan, kenaikan pada kreatinin (1,1), asam urat (6,1), kolesterol (226), dan Trigliserid (252). Pemeriksaan rekam jantung (EKG) ditemukan gambaran klinis Acut Miocard Infark (AMI).

DIAGNOSIS
Diagnosis klinik          : Hemipharesis dekstra, Afasia
Diagnosis topik           : Hemispherium sinistra
Diagnosis etiologic      : Stroke Infark at causa hipertensi dan hiperkolesterol

TERAPI
Pada pasien ini diberikan terapi berupa, Infus asering 20 tetes per menit, Aspilet tablet 1x160 mg, Piracetam IV 3x1gr, Ranitidin 2x500mg IV, Mecobalamin 3x1 ampul IV, Kalnex 3x500mg IV, Simvastatin Tablet 3x1 5mg, Captopril tablet 12,5mg 3x1.
DISKUSI
Dalam kasus ini pasien mengalami gejala klinis khas stroke, yakni berupa defisite nerologis fokal dan atau global dalam hal ini terjadinya kelemahan anggota gerak sebelah kanan pasien, bersifat mendadak dimana pasien awalnya beraktivitas seperti biasa tiba-tiba jatuh. Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat dan cermat (Mansjoer, 2000). Dari hasil anamnesis dan pengecekan rekamedis, serangan stroke yang terjadi merupakan serangan yang kedua dimana 6 bulan sebelumnya pasien pasien pernah dirawat di RSUD selama dua minggu. Dalam kasus ini, pasien memiliki beberapa faktor resiko yang berperan besar menimbulkan serangan stroke. Faktor resiko yang pertama adalah hypertensi dan hyperkolesterol. Sebelum menderita stroke pasien terlebih dahulu menderita AMI (Acut miocard infark). AMI atau yang sering disebut dengan hearth attack merupakan penyakit jantung yang disebabkan terjadinya nekrosis otot jantung karena kekurang supply darah dari artery coronaria sebagai satu-satunya arteri yang mensuplay darah ke jantung. Hal tersebut terjadi dikrenakan adanya sumbatan (thrombus) berupa plak yang berada di permukaan artery coronaria. Penyebab utama terbentuknya plak di pembuluh darah biasanya adalah kolesterol. Pada pasien ini hyperkolesterol yang di dukung oleh hypertensi menjadi penyebab awal dari timbulnya gejala AMI yang pada pemeriksaan EKG akan terlihat gambaran elevasi segment lateral ST (Zafari, 2012). 
Penggolongan penyebab stroke non hemorrhagic khususnya pembentukan thrombus berdasasarkan letaknya didasarkan pada multicenter Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST) stroke iskemik dapat disebabkan oleh lepasnya trobus dari: (1). Infark di artery besar misalnya terbentuknya aterosklerosis di arteri carotis, arteri vertebralis dan arteri cerebral. (2). Cardio embolik infarction, terlepasnya plak dari thrombus di pembuluh darah jantung (Florez, 2011). Hal ini paling sering terjadi pada banyak kasus stroke. Pada pasien ini dimungkinkan mekanisme awal dari terjadinya stroke disebabkan terbentuknya thrombus di artery coronaria, hal ini dibuktikan dengan hiperkoleterol pada pasien. Riwayat hypertensi yang tidak terkontrol, meningkatnya tekanan darah jantung menyebabkan  terlepasnya plake yang berakhir di artery cerebral otak terkecil. Tersumbatnya arteri di otak menyebabkan berkurangnya supply oksigen darah ke otak, sehingga terjadi iskemik otak. Hal tersebut menyebabkan deficit neulogis di otak. Misalnya iskemik terjadi di cerebral sinistra maka dampak klinis yang terjadi bersifat kontra lateral berupa hemipharesis dekstra. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Gangguan neurologis dapat berupa: kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemipharesis) yang timbul mendadak, gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemisensorik), perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma), Afasia (bicara tidak lancer, kurang ucapan atau sulit memahami ucapan),

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil alloanamnesis, pemeriksaan fisik neurologis dan pemeriksaan penunjang, pasien dalam kasus ini didiagnosis klinik terjadi kelemahan anggota gerak sebelah kanan (hemipharesis dekstra) dan afasia, dengan diagnosis topic adanya kelainan di otak bagian kiri (hemisphere sinistra) yang disebabkan (diagnosis etiologic) stroke infark at causa hipertensi dan hyperkolesterol

REFERENSI
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius FK UI
Zafari, Maziar A, MD. 2012. Myocardial Infarction. Medscape reference. Di akses dari http://emedicine.medscape.com/article/155919-overview
Florez Cruz, MD. 2011. Iskemic Stroke In Emergency Medichine.  Medscape reference. Di akses dari http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview

PENULIS
Hendri Okarisman
20080310011

Koas Stase Saraf RSUD Temanggung Jawa Tengah

DERMATITIS ATOPIK

DERMATITIS ATOPIK
HENDRI OKARISMAN
STASE ILMU KULIT DAN KELAMIN
DOKTER MUDA RSUD TEMANGGUNG JATENG
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dalam beberapa dekade ini kejadian Dermatitis Atopik (D.A) semakin meningkat dan hal tersebut merupakan sebuah masalah besar yang tidak hanya menyangkut kehidupan penderita saja tetapi juga melibatkan keluarganya, karena walaupun  penyebab D.A bersifat multifaktorial, faktor genetik menjadi penyebab tersering dari D.A. Gejala klinis utama yang muncul pada D.A. adalah pruritus (gatal-gatal) yang dapat hilang timbul sepanjang hari dan sangat mengganggu aktivitas penderita.  Kehilangan kadar air lewat epidermis yang meningkat disertai ujud kelainan kulit berupa papul, likenifikasi (akibat digaruk), erosi, ekskoriasi, bahkan krusta menyebabkan penderita merasa cemas dan tertekan (Chairiah, 2011)
            Dermatitis Atopik adalah peradangan pada kulit yang bersifat kronis dan sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum serta riwayat atopi pada keluarga dan penderita (rhinitis alergi dan atau asma bronchial). Berbagai faktor dapat menjadi penyebab dari D.A. anatara lain: genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologi dan imunologi. Konsep dasar dari terjadinya D.A. adalah melalui reaksi imunologik yang diperantai oleh sel-sel imunitas dari sum-sum tulang (Djuanda, 2010).
            Predileksi D.A. pada bayi terdapat di kedua pipi, kepala, badan, lipat siku, lipat lutut. Pada anak-anak terdapat pada tengkuk, lipat siku dan lipat lutut, sedangakan pada dewasa terdapat pada tengkuk, lipat lutut, lipat siku, punggung kaki (Siregar, 2003).
            Perinsip pengobatan kuratif pada pasien D.A. adalah menghindari faktor yang memperberat dan memicu siklus “gatal-garuk” dengan memberikan antihistamin sistemik. Pemberian obat topical berupa krim hidrofilik urea 10% sebagai pelembab hidrasi kulit dan kortikosteroid topical dapat memperbaiki kondisi D.A. (Djuanda, 2010).  Penelitian yang dilakukan oleh Moro, et al (2006) menyebutkan bahwa penggunaan prebiotik oligosakarida dapat mngurangi insidensi D.A. pada bayi usia enam bulan, diduga laktobasilus memiliki peran yang potensial dalam peningkatan sistem imun  postnatal dengan cara mengubah flora usus yang berperan dalam mencegah alergi primer selama priode bayi.
            Upaya prefentive D.A. dilakukan dengan cara menghindari faktor-faktor pencetus D.A., menjaga kelembaban kulit (menggunakan sabun pelembab dll), mandai dengan air yang suhunya sama dengan tubuh (tidak menggunakan air panas, karena menyebabkan kulit kering), menghindari kontak dengan debu rumah, dan bulu binatang (Djuanda, 2010).

Tujuan Penelitian
            Untuk mengetahui lebih banyak tentang penyakit D.A. dari defInisi, etiologi, pathogenesis, cara penularan hingga penatalaksanaan.            

BAB II
LAPORAN KASUS
A.  Identitas Pasien
·         Nama Pasien           : Ny. S
·         Umur                      : 43 Th
·         Jenis Kelamin         : Perempuan
·         Pekerjaan                : Karyawan Swasta (Petugas Lab)
·         Agama                    : Islam
·         Alamat                    : Temanggung
B.  Anamnesis Pasien
Autoanamnesis dengan pasien dilakukan pada tanggal 8 Maret 2013.
1.      Keluhan Utama
        Pasien mengeluhkan gata-gatal dan timbul bercak kemerahan di kedua pipi. Pasien juga mengeluhakan gatal-gatal di kedua punggung tangan.
2.      Riwayat Penyakit Sekarang
        Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSU Temanggung dengan keluhan gatal-gatal dan timbul bercak merah di kedua pipi pasien. Pasien juga mengeluhakan gatal-gatal disertai bruntus-bruntus di kedua punggung tangan pasien. Keluhan ini sudah dirasakan sejak lama ± 10 tahun dan berlangsung kambuh-kambuhan. Pasien mengaku keluhan yang dialami sekarang adalah yang paling parah. Keluhan diawali jika pasien terlalu lama menghirup udara berdebu, diawali dengan bruntus kemerahan di kedua pipi yang kemudian meluas dan terasa sangat gatal. Gatal dan bercak merah yang timbul diwajah membuat pasien cemas dan tertekan karena berhubungan dengan kosmetik yang dapat dilihat orang banyak.
3.      Riwayat Penyakit Dahulu  
·         Pasien sudah lama, ± 10 tahun kambuh-kambuhan dengan keluahan yang sama.
·         Pasien memiliki riwayat alergi obat antibiotik Amoxcicillin dan Ampicillin
·         Riwayat ashma (-), rhinitis (-).
4.      Riwayat Penyakit Keluarga
·         Ayah pasien memiliki riwayat keluhan serupa dengan pasien
5.      Reviem Sistem
·         Cerebrospinal       : Compos Mentis
·         Kardiovaskuler     : Nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
·         Respiratorius        : Batuk (-), sesak nafas (-)
·         Gastrointestinal    : Makan minum lancer, BAB lancer
·         Urogenital            : BAK lancer
·         Muskuloskeletal   : Gerakan baik dan bebas, kekuatan normal
C.  Pemeriksaan Fisik
1.      Kondisi Umum
·         Keadaan Umum   : Baik
·         Kesadaran           : Compos Mentis
·         Gizi                      : Cukup
2.      Vital Sign
·         Nadi                     : 96 x/ menit
·         Respirasi               : 20 x/ menit
·         Suhu                     : Afebris
3.      Kepala
·         Mata                     : Konjunctivitis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
·         Dahi                     : Dapat mengerutkan dahi, simetris kanan dan kiri
·         Bibir                     : Sianosis (-), kering (-), mencong (-)
·         Mulut                   : Gigi goyah (-), gigi berlubang (-), mukosa mulut dalam batas normal, lidah mobile, lidah masih dapat mengecap dengan baik
·         Ekstremitas          : Simetris, deformitas (-), akral hangat (-), edema (-)
4.      Status Dermatologis
·         Distribusi              : Regional, bilateral
·         Ad Regio             :  Pipi kiri dan kanan, punggung tangan kanan-kiri
·         Efloresensi           : Makula, papul, eritematosa, hiperpigmentosa multiple sd plakat, berbatas tegas, skuama halus (+).
D.  Diagnosis Banding
1.      Dermatitis Atopik
2.      Dermatitis kontak
3.      Dermatitis numularis
4.      Psoriasis
E.  Diagnosis Kerja
1.      Dermatitis Atopik
F.   Terapi (Penatalaksanaan)
1.      Umum
·         Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit D.A. dan cara penularannya
·       Menjelaskan bahwa penyebab D.A. bersifat multifaktorial, dan faktor genetik memeilki persentase terbanyak penyebab D.A.
·         Meminta pasien untuk menghindari faktor-faktor pencetus.
·         Meminta pasien menggunakan pelembab kulit, misalnya sabun pelembab, krim pelembab dll, karena dermatitis atopic menyebabkan kulit menjadi kering. Hindari penggunaan air panas untuk mandi karena dapat membuat kulit kering.
·         Menghindari keringat berlebihan.
·         Menjelaskan cara penggunaan krim/ salep (perbedaan salep di wajah dan tangan)
2.      Khusus
·         Topikal
·         Hidrocortison 2,5% salep dioleskan ke wajah (pipi tempat keluhan) sehari dua kali oles.
·         Inerson 15 gr, di oleskan ke punggung tangan yang gatal sehari dua kali oles
·         Sistemik
·         Loratadin 10 mg (Antihistamin) tablet diminum sehari satu kali.
G. Pognosis
1.      Quo Ad vitam                          : ad bonam
2.      Quo Ad Sanationam                : ad bonam
3.      Quo Ad Functionam                : Dubia ad bonam
4.      Quo Ad Cosmeticam               : Dubia ad bonam

BAB III
PEMBAHASAN
A.  Definisi
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masih bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopik pada keluarga atau penderita (Djuanda, 2010). Riwayat atopik dalam keluarga atau pada penderita dapat berupa adanya riwayat ashma bronkial, rhinitis alergi, dan reaksi alergi terhadap serbuk-serbuk tanaman (Siregar, 2003). 
A.  Epidemiologi
Prevalensi dermatitis atopic semakin meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat 15-30% anak-anak dan 2-10% orang dewasa di negara maju menderita D.A. Penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan yang cukup besar karena tidak hanya menyangkut penderita saja termasuk keluarga, hal ini berkaitan dengan salah satu penyebab D.A. berupa faktor genetic (Pialang, 2012).
B.  Etiologi dan Patogenesis
Dermatitis atopic dapat disebabkan oleh faktor endogen yang lebih berperan sebagai faktor predisposisi dan faktor eksogen berperan sebagai faktor pencetus. Faktor endogen meliputi: faktor genetic, hypersensitivitas tipe 1 (IgE mediated) dan disfungsi sawar kulit. Sedangkan faktor eksogen meliputi: trauma fisika-kimia-panas, bahan iritan, alergi debu, tungau debu rumah (Piliang, 2012).
1.    Faktor Endogen
·      Faktor Genetik
Faktor genetic melibatkan kromosom 5q31-33, kromosom ini banyak mengdung kumpulan family gen sitokin (IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF), sedangkan jika IL-4 dan IL-13 meningkat dapat meningkatkan aktivasi limfosit T yang akhirnya limfosit T merangsang sel B  untuk menstimulasi peningkatan IgE yang akan cepat bereaksi ketika ada allergen masuk. Peningkatan ekspresi GM-SCF akan mempertahankan hidup dan fungsi monosit, sel langerhans dan eosinofil.
·      Disfungsi sawar kulit
Penderita D.A. rata-rata memilki kulit kering, hal tersebut disebabkan hilangnya ceramid di kulit sebagai molekul utama sebagai pengikat air di ruang ekstraseluler  stratum korneum, dianggap sebagai kelainan fungsi sawar kulit. Kelainan fungsi sawar kulit menyebabkan peningkatan transepidermal water loss 2-5 kali normal, sehingga kulit akan kering dan menjadi pintu masuk (port d’entry) untuk terjadinya penetrasi allergen, iritasi, bakteri dan virus (Djuanda, 2010).
·      Hipersensitivitas
Gangguan imunologi yang menonjol pada dermatitis atopik adalah adanya peningkatan IgE karena aktivitas limfosit T yang meningkat. Aktivitas limfosit T meningkat terjadi karena adanya pengaruh dari IL-4. Sementara produksi IL-4 dipengaruhi oleh akttivitas sel T helper dan Sel T helper akan merangsang sel B untuk memproduksi IgE. Sel langerhans pada penderita D.A. bersifat abnormal, yakni dapat secara langsung menstimulasi sel T helper tanpa adanya antigen, sehingga sel langerhans akan meningkatkan produksi IgE. Secara normal antigen yang masuk ke dalam kulit akan berikatan dengan IgE yang menempel pada permukaan sel langerhens menggunakan FcɛRI. FcɛRI merupakan receptor pengikat IgE dengan sel langerhans. Pada orang yang menderita D.A. jumlah FcɛRI lebih banyak daripada orang normal. Sehingga  terdapat korelasi antara kadar FcɛRI dengan kadar IgE dalam serum, semakin tinggi FcɛRI maka kadar IgE semakin tinggi pula (Djuanda,2010).
Pada kulit penderita D.A. akan lebih banyak ditemukan sel-sel yang mengekspresikan mRNA IL-4 dan IL-13 daripada kulit orang normal. Begitupun jika terdapat lesi akut dan kronis pada penderita D.A. akan ditemukan jumlah yang lebih besar sel-sel yang mengekspresikan mRNA IL-4, IL-5 dan IL-13. Peningkatan IL-4, IL-13 memiliki efek meningkatkan produksi IgE, sedangkan prningkatan IL-5 akan menstimulasi pengerahan dan aktivasi dari sel eosinofil sehingga sangat mudah terjadi reaksi alergi (Baratawijawa, 2009).
2.    Faktor Eksogen
·      Lingkungan
Faktor lingkungan bersih berpengaruh terhadap kekambuhan D.A. misalnya asap rokok, polusi udara, walaupun secara pasti belum terbukti. Suhu yang panas, kelembaban dan keringat yang banyak dapat memicu rasa gatal dan kekambuhan.
·      Iritan
Kulit penderita D.A. lebih rentan terhadap bahwan iritan seperti sabun alkalis, bahwan kimia yang terkandung pada berbagai obat gosok bayi dan anak, sinar matahari dan pakaian wol.
·      Alergen
Dari percobaan yang membandingkan reaksi placebo dengan tungau debu rumah (TDR), didapatkan hasil bahwa TDR yang dihirup penderita D.A memberikan reaksi ekserbasi lesi di tempat lesi lama dan baru. Infeksi bakteri Staphylococcus aureus ditemukan pada lebih dari 90% lesi D.A. dan hanya 5% populasi normal. S.Aureus mensekresi superantigen yang dapat berpenetrasi di daerah inflamasi langerhans untuk memproduksi IL-1, TNF, dan IL-12 yang meningkatkan induksi inflamasi pada penderita D.A.
·      Makanan
Pada anak kecil, makanan sering menjadi faktor pencetus D.A. seperti telur, susu, gandum, kedele dan kacang tanah. Hasil pemeriksaan laboratorium dari bayi dan anak-anak dengan D.A. menunjukan reaksi positif terhadap (skin tes) beberapa jenis makanan. Reaksi + diikuti dengan adanya kenaikan eosinofil dalam plasma.

C.  Manifestasi Klinis dan Predileksi
Gejala utama penderita D.A. adalah pruritus yang dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibat dari garukan pasien timbul ujud kelainan kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, eksoriasi, eksudari dan krusta.
1.      Dermatitis Atopik pada Anak (2 bulan sd 2 tahun)
Lesi bisa muncul di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulovesikel yang halus, bila digosok dan pecah terjadi eksudatif dan terbentuk krusta. Lesi bisa meluas ke tempat lainyaitu ke leher, pergelangan tangan lengan dan tungkai.
2.      Dermatitis Atopik pada Anak (Usia 2 sd 10 tahun)
Dapat meruapakan kelanjutan dari infantile atau muncul sendiri. Lesi lebih kering, banyak papul, likenifikasi dan sedikit skuama. Predileksi di lipat silku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor, kelopak mata dan leher.
3.      Dermatitis Atopik pada remaja dan dewasa
Lesi kulit dapat berupa plak eritematosa, berskuama, plak likenifikasi, yang gatal. Pada D.A. remaja predileksi di lipat siku, lipat lutut, dahi dan sekitar mata. Pada D.A. dewasa, predileksi terdapat di pergelangan tangan, tungkai bawah, lengan dan leher.
 D.  Kriteria Diagnostik
Berdasarkan metode Hanifin dan Rajaka yang dimodifikasi oleh William (1994), kriteria diagnostik D.A. sekurang-kurangnya harus memiliki 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor:
1.      Kriteria Mayor
a.       Pruritus
b.      Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
c.       Dermatitis fleksura pada dewasa
d.      Dermatitis kronis atau residif (Menahun dan kambuhan)
e.       Riwayat atopic pada penderita atau keluarga
2.      Kriteria Minor
a.       Xerosis (kulit kering)
b.      Infeksi kulit (S. aureus dan virus herpes simplek)
c.       Dermatitis non sfesifik pada tangan dan kaki
d.      Iktiosis
e.       Ptiriasis alba
f.       Keratosis pilaris (bintil keras di siku/ lutut)
g.      Hiperliniar palmar (garis telapak tangan lebih jelas)
h.      Dermatitis di papilla mamae
i.        White dermografisme dan delayed blanch respon
j.        Gatal bila berkeringat
k.      Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
l.        Tes kulit alergi tipe dadakan positif
m.    Kadar IgE di dalam serum meingkat
n.      Hipersensitif terhadap makanan
o.      Intoleran terhadap wol dan pelarut lemak
p.      Konjuntivitis berulang
q.      Muka pucat atau eritem
r.        Orbita menjadi gelap
s.       Aksentuasi perifolikular
t.        Kelitis
u.      Keratokonus

Untuk D.A pada bayi kriteria dimodifikasi yaitu:
1.    Kriteria Mayor
a.    Riwayat atopi pada keluarga
b.    Dermatitits di muka atau ekstensor
c.    Pruritus
2.      Kriteria minor
a.    Xerosis/ Iktiosis/ Hiperliniaris Palmaris
b.    Fisura belakang telinga
c.    Skuama di scalp, kronis

E.  Diagnosis Banding
1.      Dermatitis Numularis
2.      Dermatitis Kontak
3.      Dermatitis Seboroik
4.      Psoriasis
5.      Scabies

F.   Pemeriksaan Laboratorium
1.      Uji temple pada Kulit
Dilakukan dengan cara aplikasi epikutan aeroallergen yakni menggunakan  tungau debu rumah pada penderita atopik, terdapat 30-50% penderita mengalami eksaserbasi di lesi lama.
2.      Tes Kulit dadakan
Pada penderita atopik akan menunjukan hasil positif yang diikuti oleh kenaikan mencolok histamin dalam plasma serta aktivasi eosinofil
3.      Immunoglobulin
Dilakukan pemeriksaan kadar IgE pada penderita D.A. dengan hasil terjadinya peningkatan IgE pada 80 sd 90% penderita. Tinggi rendahnya IgE tidak berkaitan atau tidak mengalami fluktuasi baik pada saat eksaserbasi, remisi maupun pengobatan.
4.      Pemeriksaan Leukosit darah
Pemeriksaan jumlah limfosit pada penderita D.A. dalam batas normal. Kadar eosinofil pada penderita D.A. sering meningkat seiring meningkatnya IgE, sedangkan leukosit PMN berdasarkan uji nitro blue tetrazolium (NBT) berada dalam batas normal.  
G. Penatalaksanaan
1.      Non Farmakologis
Prinsip dari terapi non farmakologis adalah mengingatkan pasien untuk menghindari faktor pencetusseperti makanan yang membuat alergi, bahan-bahan iritan, suhu, stress emosi dll.
2.      Farmakologis
·         Topikal
a.    Hidrasi Kulit
Tipe kulit pada penderita D.A. yang kering dan rentan menjadi pintu masuk allergen dapat dicegah dengan memberikan pelembab. Bisa menggunakan krim hidrofilik urea 10% yang ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya. Setelah mandi, kulit di lap kemudian gunakan emolien sebagai pelembab.
b.    Kortikosteroid
Digunakan sebagai antiinflamasi lesi kulit. Pada bayi gunakan steroid berpotensi rendah seperti hidrocortison 1%-2,5%. Pada anak dan dewasa gunakan steroid potensi menengah seperti triamsinolon kecuali muka dan genitalia tetap pakai potensi rendah. Bila penyakit telah terkontrol gunakan secara intermiten 2x seminggu dengan steroid potensi paling rendah. Pada lesi akut yang basah, dikompres dulu dengan larutan burowi atau permanganas kalikus 1:5000.
c.    Imunomodulator topical
                                          i.      Takrolimus
Bekerja sebagai penghambat aktivasi sel dalam D.A seperti sel langerhans, sel T dan sela Mas. Sediaan bentuk salep 0.03% untuk anak usia 2-15 tahun dan untuk dewasa 0.03% atau 0.1%. Pada pengobatan jangka panjang tidak ada efek samping kecuali rasa terbakar setempat.
                                        ii.      Pimekrolimus
Cara kerja hampir sama dengan takrolimus. Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi 1% , aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitive  2x sehari.
d.   Preparat Ter
Memiliki efek sebagai anti pruritus dan anti inflamasi pada kulit. Diapakai pada lesi kronis dengan sediaan salep hidrolik misalnya yang mengandung likuor karbonis detergen 5%.
e.    Antihistamin
Tidak dianjurkan karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisai pada kulit. Pemakaian krim doksepin 5% dalam jangka pendek dapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi.
·         Pengobatan sistemik
a.       Kortikosteroid
Digunakan dalam jangka pendek, dosis rendah, atau di tapering kemudian diganti dengan steroid topical. Obat ini hanya digunakan untuk pengendalian eksaserbasi akut.
b.      Antihistamin
Digunakan untuk mengurangi rasa gatal hebat terutama malam hari. Gunakan antihistamin dengan efek sedative seperti difenhidramin, hidroksisin agar pasien bisa istirahat dan tidak menggaruk. Pada kasus sulit gunakan doksepin hidroklorid 10-75 mg/ oral/ 2x sehari untuk 10 hari.
c.       Anti infeksi
Untuk bakteri S.aureus dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau kaltromisin. Untuk infeksi virus dapat gunakan asiclovir 3x400 mg/hariselama 10 hari.
d.      Interferon
IFN-ɤ bekerja menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel TH2. IFN-ɤ rekombinan dapat menurunkan jumlah eosinofil total.
e.       Siklosporin
Digunakan jika D.A. sulit diobati dengan cara konvensional. Siklosporin merupakan imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan terikat pada cyclophilin menjadi suatu kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan.
B.  Prognosis
Prognosis penderita D.A. dilihat berdasarkan kondisi klinis dan penyebab dari timbulnya D.A itu sendiri.
Quo Ad vitam                                : ad bonam
Quo Ad Sanationam                      : ad bonam
Quo Ad Functionam                      : Dubia ad bonam
Quo Ad Cosmeticam                     : Dubia ad bonam

BAB IV
KESIMPULAN

1.      Dermatitis atopik pada kasus ini di tegakan dari hasil anamnesis dan gejala klinis berupa terpenuhinya minimal 3 gejala mayor berupa pruritus, dermatitis yang menahun, dan terdapat riawayat alergi pada penderita dan keluarga korban dalam hal ini ayah kerban. Sementara 3 gejala minor  3 yang dialami pasien pada kasus ini meliputi kulit kering, gatal bila berkeringat dan hipersensitiv terhadap beberapa makanan.
2.      Ujud kelainan kulit pada pasien berupa makula, papul, eritematosa, hiperpigmentosa multiple sd plakat, berbatas tegas, skuama halus (+) di region wajah (pipi kanan dan kiri) pergelangan tangan. Berdasarkan ujud kelainan kulit, predileksi pada kasus ini dapat di diagnosis dengan dermatitis atopik
3.      Terapi pada Dermatitis atopic dapat berupa terapi nornfarmakologis dengan cara menghidari faktor pencetus dan juga terapi farmakologis berupa terapi topical dan sistemik.


DAFTAR PUSTAKA

Baratawijaya, K.G. 2010. Imunologi Dasar. Jakarta: FK UI
Djuanda, A. 2010. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: FK UI
Fitzpatrick’s. Sixth Edition. Color Atlas and Synopsis Of Clinical Dermatology. New York: Mc Graw Hill.
Moro, et al. 2006. Probiotic Oligosaccarides Reduces The Incidences Of Atopic Dermatitis During The First Sixt Mounth Of Ages. Arch Dis Child 2006;91:814-8
Piliang, M. 2012. Dermatitis Atopic. Disease Management Project. Diunduh pada tanggal 9 Maret 2013 dari http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/dermatology/atopic-dermatitis/
Siregar, R.S, 2003. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC