Visi Hidup Kita Haruslah Bervisi Syurga

Sabtu, 01 Februari 2014

Menggigil Sebagai Efek Pasca Pemberian Anastesi Spinal dan Penanganannya

Menggigil Sebagai Efek Pasca Pemberian Anastesi Spinal dan Penanganannya
Oleh Hendri Okarisman
Dokter Muda RSUD Kab. Temanggung

Pengalaman               : Anestesi Spinal pada pasien hernia inguinalis bilateral
Masalah yang diambil           : Menggigil sebagai efek anestesi spinal dan penanganannya 
A.       PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
1.    Identitas Pasien
Nama Pasien                : Tn. M
No. RM                       : 145082
Umur                           : 73 th
Jenis Kelamin              : Laki-Laki
Agama                         : Islam
Alamat                         : Kemloko, Kranggan, Temanggung
 2.    Anamnesis Pasien
Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 25 April 2013.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Rumah Sakit Temanggung dengan keluhan nyeri dan timbulnya benjilan di kedua selangkangan sejak 3 hari yang lalu. Benjolan nyeri saat diraba, dan nsemakin bertambah nyeri bila dipakai untuk berjalan. nyeri juga dirasakan di perut bagian bawah. BAK (+), BAB (+), demam (-), lemas (-), Pasien sehari-hari bekerja sebagai petani tembakau, dan juga pekerja berat bangunan.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (-). Riwayat diabetes mellitus (-). Riwayat alergi (-). Riwayat sesak napas (-). Riwayat penyakit jantung (-). Riwayat penyakit hati (-). Riwayat gangguan perdarahan (-). Riwayat mondok di RS (-). Riwayat operasi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat alergi (-). Riwayat penyakit jantung (-). Riwayat Hipertensi (+). Riwayat diabetes mellitus (-). Riwayat asthma (-).
 B.       PEMERIKSAAN OBYEKTIF
Keadaan Umum               : Baik
Kesadaran                       : Compos Mentis
Gizi                                  : Cukup
Vital Sign                         :
Tekanan darah      : 170/100 mmHg
Nadi                     : 72 kali/menit (reguler, isi dan tegangan cukup)
Respirasi               : 20 kali/menit (reguler)
Suhu                     : 36,50C

Pemeriksaan Fisik            :
1.    Kepala
Mata               : Conjungtiva anemis (-/-). Sklera Ikterik (-/-)
Hidung           : Epistaksis (-/-)
Mulut             : Gigi palsu (-), gigi goyah (-), massa (-), malampati I
Bibir               : Sianosis (-)
Mandibula      : Sikatrik (-), fraktur (-), trismus (-)
2.    Leher
Leher tidak kaku, tidak ada massa, limfonodi tidak teraba membesar, JVP tidak meningkat.
3.    Thorak
Pemeriksaan
Pulmo (Paru)
Cor (Jantung)
Inspeksi
Palpasi

Perkusi
Auskultasi
Gerakan respirasi simetris
Vocal Fremitus ka=ki
Ketinggalan gerak (-)
Sonor di seluruh lapang paru
Vesikuler, suara tambahan (-)




S1-S2 reguler, bising
(-)

4.    Abdomen
Inspeksi          : cekung, sikatrik (-)
Palpasi            : supel, nyeri tekan di region inguinalis dekstra dan sinistra
Perkusi           : timpani
Auskultasi      : peristaltik (+) normal
5.    Ekstremitas
Superior          : akral hangat, edema (-/-)
Inferior           : akral hangat, edema (-/-)

C.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
Hemoglobin                     : 15,2 g/dl                    (12,0-16,0)
Hematokrit                       : 47%                           (37-47)
Jumlah Leukosit               : 6,2 x103/ul                 (4,5-11,0)
Jumlah Eritrosit                : 5,19x103/ul                (4,20-5,40)
Jumlah trombosit              : 229x103/ul                 (150-450)
MCV                                : 90,8 fL                      (80,0-97,0
MCH                                : 29,3 pg                      (26,0-36,0)
MCHC                             : 32,3 g/dl                    (31,0-37,0)
Golongan darah               : O

D.      STATUS PASIEN
Diagnosis             : Hernia Inguinalis Bilateralis
Nama operasi      : Hernioplasti
Status operasi     : ASA I
E.       TINDAKAN ANESTESI

Keadaan Pre-Operasi
Keadaan umum         : Baik
Kesadaran                 : Compos Mentis
Tekanan darah          :170/100 mmHg
Nadi                          : 72 x/menit
Respirasi                   : 20 x/menit
Suhu                          : 36,5˚C

Jenis Anestesi
Teknik           : Anestesi Spinal
Induksi          : Bupivacaine 15 mg
Maintenance : O2

Obat-Obat Tambahan
Ondansetron 4 mg I.V, ketorolac 30 mg I.V

Keadaan Post-Operasi
Keadaan Umum        : Baik
Tekanan Darah          : 140/90 mmHg
Nadi                          : 80 x/menit
Respirasi                   : 20 x/menit
Suhu                          : 36,2 ˚C
Pusing (-), Mual (-), Muntah (-), Sesak napas (-).

Terapi yang diberikan
Pre-operasi              : infus RL 20 tpm.
                                  : puasa 8 jam pre-operasi.
Post-operasi             : Bila TD ≤ 90 mmHg, injeksi ephedrine 10 mg I.V
                                  : Infus RL 20 tpm
                                  : Ketorolac 30 mg I.V/8 jam
                                  : Bedrest 24 jam, tidur dengan bantal
                                  : Diet bebas

Prognosis Anestesi
Dubia ad Bonam

ANALISIS
Fisiologi Menggigil
            Pada pasien ini dilakukan tindakan operasi dengan anestesi spinal. Anastesi spinal (intratekal) merupakan salah satu teknik anatesi dengan cara menyuntikan obat anestesi lokal secara langsung kedalam cairan serebrospinalis di dalam ruangan subarachnoid. Berdasarkan hasil pengamatan post operasi pada pasien ini dan sebagaian besar pasien yang baru saja dilakukan operasi, ditemukan adanya keluhan berupa menggigil pada pasien.
Menggigil merupakan suatu kondisi yang tidak nyaman pada pasien. Dalam beberapa kondisi yang sangat, keadaan ini harus segera diatasi karena dapat menimbulkan berbagai resiko. Menggigil dapat berpotensi menimbulkan beberapa skuele antara lain meningkatkan aktivitas otot yang akan meningkatkan konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida, hipertensi, takikardi, peningkatan cardiac output, pelepasan katekolamin dan peningkatan tekanan intraokuler.
Menggigil merupakan mekanisme pertahanan terakhir yang timbul bila mekanisme kompensasi yang lain tidak mampu mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal. Rangsangan dingin akan diterima efektor diteruskan ke hipotalamus anterior dan memerintahkan bagian efektor untuk merespon berupa kontraksi otot tonik dan klonik secara teratur dan bersifat involunter serta dapat menghasilkan panas sampai dengan 600% diatas basal.
            Secara fisiologis temperature inti manusia normal berkisar antara 36,50C sd 37,50C pada suhu lingkungan normal. Fungsi termoregulasi diatur oleh system control fisiologis yang terdiri dari termoreseftor sentral dan perifer yang terintegrasi pada pengendali dan system respon eferen. Input terminal eferen datang dari reseptor panas dan dingin baik itu sentral maupun perifer. Hipotalamus juga mengatur tonus otot pembuluh darah kutaneus dan menggigil.

Termoreseptor dan jalur saraf aferen diawali dengan berfungsinya reseptor termal berupa panas maupun dingin di kulit dan visceral. Reseptor spesifik dingin mengeluarkan impuls pada suhu 230C -300C Impuls tersebut berjalan pada serabut saraf tipe A, sedangkan reseptor panas mengeluarkan impuls pasda suhu 450C-500C dan berjalan pada serabut saraf C.
 
Pengaruh Obat Anastesi
Fungsi termoregulasi mengalami perubahan selama dilakukan tindakan anastesi dan mekanisme control terhadap temperature terhadap temperature akan hilang. Tindakan anastesi menyebabkan gangguan fungsi termoregulator yang ditandai dengan peningkatan ambang respon terhadap panas dan penurunan ambang respon terhadap dingin. Sebagian besar obat-obat anatesi dapat mengganggu respon termoregulasi. Temperatur inti pada anastesi umum akan mengalami penurunan antara 1,00C sd 1,50C selama satu jam pertama anestesi. Sedangkan pada anestesi spinal dan epidural dapat menurunkan ambang vasokontriksi dan menggigil dengan ukuran kurang dari 0,60C. Sedangkan pada pemberian obat anastesi local tidak berhubungan langsung dengan dengan pusat control hipotalamus sehingga jarang ditemukan gangguan regulasi.
            Pada pemberian anestesi spinal, pada jam pertama setelah dilakukan anestesi spinal akan terjadi penurunan ambang menggigil sekitar 10C sd 20C, hal ini disebabkan terjadinya redistribusi panas suhu tubuh dari kompartemen initi ke kompartement perifer. Menggigil pada asnestesi spinal dapat disebakan juga oleh ketidakmampuan kompensasi otot dibawah ketinggian blockade untuk terjadinya menggigil. Hipotermi terjadi pada jam pertama anestesi.
            Pemberian obat lokal anestesi yang dingin seperti es, akan meningkatkan kejadian menggigil diandingkan dengan obat tanpa didinginkan. Terjadinya hipotermia tidak hanya murni karena faktor blockade spinal itu sendiri tetapi juga karena faktor lain seperti cairan infuse yang dingin, temperature suhu ruangan operasi. Menggigil selama anestesi regional dapat dicegah dengan mempertahankan suhu ruangan optimal, pemberian slimut, dll.
Terjadinya hipotermi selama segional anestesi tidak dipicu oleh sensasi terhadap dingin. Hal ini menggambarkan suatu kenyataan bahwa persepsi dingin secara subjektif tergantung pada input aferen suhu pada kulit dan vasolidasi perifer yang disebabkan oleh regional anestesi. Setelah terjadi redistribusi panas tubuh ke perifer pada induksi anestesi umum dan regional, hipotermi selanjutnya tergantung pada keseimbangan antara pelepasan panas pada kulit dan metabolisme panas yang akan melepas panas tubuh.
Selama anestesi spinal terdapat dua faktor yang mempercepat pelepasan panas dan menyebabkan timbulnya perubahan temperature inti yang terlihat setelah anestesi, yakni pertama, dengan menurunkan ambang vasokonstriksi yang digabungkan dengan vasodilatasi pada tungkai bawah selam blok terjadi. Sehingga kehilangan panas terus berlangsung selama anestesi spinal. Kedua, anestesi spinal meningkatkan rata-rata sensasi dingin karena vasokonstriksi pada ekstrimitas bawah dihambat oleh blockade.

Penanganan Menggigil
Banyak obat yang digunakan untuk mengurangi terjadinya menggigil pada periode durante dan pasca pembedahan. Mekanisme kerja dan lokasi kerja serta dosis optimal obat-obat yang memiliki kemampuan menghilangkan menggigil masih belum jelas. Sebagian besar diduga dengan cara menurunkan ambang menggigil. Obat obat tersebut seperti: clonidine, doxaparm, ketanserin, dexamethason dosis rendah. Sal;ah satu obat yang paling efektif adalah pethidin.  Cara kerja pethidin dalam menghilangkan menggigil bisa dilihat dalam skema berikut:

Obat yang kedua adalah efedrin. Efedrin merupakan non katekolamin aksi tidak langsung yang merangsang reseftor alpha dan beta adrenergic. Alpha dan beta adrenergik ini akan menghambat vasodilatasi yang nantinya dapat menyebabkan kehilangan panas dan menyebabkan menggigil, karena efedrin bersifat vasopresor. Peneliti-peneliti terdahulu telah membuktikan bahwa efedrin 30 mg per oral yang diberikan 30 sd 45 menit sebelum anestesi spinal dapat mencegah kejadian mengigil.

KESIMPULAN
Menggigil merupakan suatu kondisi yang tidak nyaman pada pasien. Dalam beberapa kondisi yang sangat, keadaan ini harus segera diatasi karena dapat menimbulkan berbagai resiko. Obat anestesi spinal dapat menimbulkan menggigil hal tersebut disebabkan oleh efek obat anestesi yang menurunkan ambang dingin dan mempercepat pelepasan panas dengan vasodilatasi. Menggigil pasca anestesi spinal dapat berpotensi menimbulkan beberapa skuele antara lain meningkatkan aktivitas otot yang akan meningkatkan konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida, hipertensi, takikardi, peningkatan cardiac output, pelepasan katekolamin dan peningkatan tekanan intraokuler.
            Obat yang bisa digunakan untuk profilaksis menggil sebelum anastesi spinal adalah pethidin dan efedrin oral. Pethidin menghambat jalur persepsi suhu di hipotalamus, sedangkan efedrin merupakan non katekolamin aksi tidak langsung yang merangsang reseftor alpha dan beta adrenergic. Alpha dan beta adrenergik ini akan menghambat vasodilatasi yang nantinya dapat menyebabkan kehilangan panas dan menyebabkan menggigil, karena efedrin bersifat vasopresor.

DAFTAR PUSTAKA
Pramadu, P. 2010. Perbandingan Efek Efedrin Per Oral dan Efedrin Intramuskular Sebagai Profilaksis Menggigil pada Anestesi Spinal. KTI FK Undip.
Latief. A. 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi ke-2. Bagian Anestesiologi dan Terapi intensif FK UI.
Guyton and Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta

4 komentar: